Uskup di Mesir Ingin Doakan Umat Islam, Picu Kontroversi Kalangan Kristen Koptik

Inisiatif seorang Uskup Kristen Koptik di Mesir untuk mendoakan umat Islam dan Nabi Muhammad Saw dalam setiap misanya, menimbulkan perdebatan di kalangan penganut Kristen Ortodok di negeri Piramida itu.

Para penganut Kristen Koptik di Mesir ada yang menilai inisiatif uskup itu sebagai bentuk kemunafikan dan tidak masuk akal. Sementara Uskup Maximus I, pendiri dari Yayasan St Athanasius yang berpusat di distrik Muqattam, sebelah Timur Kairo, bersikeras bahwa sebagai uskup, ia berhak untuk menentukan keputusan itu.

"Sekarang, saya memimpin keuskupan, saya punya hak untuk menambahkan doa bagi umat Islam dalam misa. Kita biasanya memanjatkan doa untuk berbagai hal-keuskupan dan para uskup, tanah air, dan sebagainya. Dan saya memutuskan untuk menyisipkan doa untuk umat Islam di negeri ini, " tukas Uskup Maximus I.

Menurutnya, ia melakukan inisiatif itu sebagai bentuk pengakuan bahwa ajaran Kristen mengakui keberadaan umat Islam, seperti juga Islam mengakui keberadaan umat Kristiani.

"Saya ingin menjembatani jurang pemisah ini dan ingin membentuk ikatan yang kuat antara umat Kristiania dan Muslim di seluruh dunia, " ujarnya.

Namun Maximus I mengatakan, pengakuan itu hanya sebatas pengakuan dalam level budaya dan sosial, bukan dalam level keagamaan. Alasannya, "Mengakui satu agama artinya menghilangkan agama lainnya dan hanya ada satu doktrin untuk setiap umat manusia, " tandasnya.

Ia mengatakan, hal ini terjadi hampir di semua keyakinan, bukan hanya antara Muslim dan umat Kristiani, tapi juga antara Kristen Ortodoks dan Protestan, serta Sunni dan Syiah.

Maximus I lalu bercerita tentang pengalamannya saat melakukan perjalanan ke Beirut. Di pesawat, ia duduk bersebelahan dengan tiga da’i dari muslim dari Nigeria. "Kami mulai ngobrol, pada awalnya saya tidak tahu kalau mereka adalah da’i. Saya katakan pada mereka, bahwa agama Kristen mengajarkan cinta dan kasih sayang. Salah seorang di antara mereka mendengarkan saya dengan penuh perhatian, lalu bertanya, ‘setelah pembicaraan panjang tentang cinta, apakah Anda mencintai Muhammad?’" tutur Maximus I.

"Mendengar pertanyaan itu, saya menemukan diri saya dihadapkan pada sebuah konflik batin yang kuat. Saya tidak bisa mengatakan ‘ya’ karena secara tidak sadar terbebani oleh warisan sektarianisme. Di sisi lain, menjawab ‘tidak’ menunjukkan hal yang negatif dan tidak sesuai dengan apa yang telah saya katakan tentang ajaran Kristen. Saya merasa malu sendiri, " lanjut Uskup Maximus I.

Ia mengaku kecewa dengan reaksinya sendiri. "Saya merasa kecewa dengan kredibilitas dan keotentikan agama saya serta makna ‘cinta’ yang selama ini saya yakini. Saya berlutut di hadapan Tuhan dan berdoa dengan khusyuk agar dilepaskan dari warisan sektarianisme dan kebencian ini, dan semoga hati saya dipenuhi dengan cinta untuk semua umat Islam dan Nabi (Nabi Muhammad Saw) mereka, " demikian pengakuan Maximu I.

"Dan Tuhan menjawab doa saya. Ini sebuah keajaiban, " tandasnya.

Sementara itu, anggota Coptic Orthodox Ecumenical Council, Pastor Salib Matta Sawiris menilai alasan yang dikemukan Uskup Maximus I tidak masuk akal. Sawiris tidak mau mengakui keuskupan Maximus I dan tidak merasa telah menunjuk Maximus sebagai uskup yang mewakili penganut Kristen Koptik di Mesir.

"Dia tidak punya hak untuk mengubah apapun. Misa dalam Kristen Ortodoks harus mengikuti cara yang sudah dilakukan sejak 2. 000 tahun yang lalu, bahkan sebelum Islam masuk ke Mesir, " kata Sawiris.

Ia melanjutkan, "Dia (Maximus I) akan lenyap seperti semua orang-orang yang menyimpang dalam sejarah Kristen. Sejarahnya akann berakhir di tempat sampah. "

Sawiris mengingatkan, apa yang dilakukan Maximus I bisa memicu ketegangan sektarian antara umat Islam dan Kristiani. Ia mendesak agar masalah kasus Maximus I dimejahijaukan.

"Kenapa dia tidak masuk Islam saja, " tukas Sawiris.

Menurut Sawiris, saat misa mereka mendoakan semua umat manusia tanpa harus menyebut secara spesifik sekte atau agamanya. "Kami bahkan mendoakan musuh-musuh kami, untuk menunjukkan bahwa kami tidak melakukan diskriminasi, " tandasnya. (ln/alarby)