Upaya AS untuk mengisolasi Hamas di dunia internasional, nampaknya bakal gagal. Negara-negara yang mengakui Hamas makin bertambah. Afrika Selatan menyatakan akan melakukan pertemuan dengan para pemimpin Hamas, sementara Hamas pada Jumat (3/3) akan melakukan kunjungan resmi ke Rusia, salah satu anggota kwartet yang memediasi perdamaian antara Palestina-Israel.
Sementara AS melakukan upaya mengisolasi Hamas, kalangan Barat melihat mediasi yang dilakukan Rusia sebagai kesempatan untuk berdialog dengan Hamas terkait dengan keinginan Barat agar Hamas menghentikan kekerasan dan mengakui Israel.
Awalnya, Israel mengecam Rusia sebagai pengkhianat karena bersedia bertemu dengan Hamas. Setelah Moscow menekankan bahwa pihaknya tetap akan berpegang teguh pada tuntutan kwartet atas Hamas, selanjutnya Israel memilih sikap wait and see.
David Welch, utusan khusus AS untuk Timur Tengah pada Kamis (2/3) mengatakan, Washington ingin membuat situasi yang ‘benar-benar sulit’ bagi Hamas dalam menjalankan pemerintahan dan berupaya menghalang-halangani negara-negara di dunia untuk bertemu dengan para pemimpin Hamas.
"Kami mendesak mereka untuk tidak melakukan kontak, karena dalam pandangan kami, isolasi dan tekanan harus menjadi senjata saat ini. Kalaupun ada negara yang ingin melakukan pertemuan dengan Hamas, maka mereka harus menekan Hamas untuk mengubah ideologinya," kata Welch.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Adam Ereli menambahkan,"Posisi kami adalah, jika anda ingin bertemu dengan kelompok teroris, anda harus menjelaskan pada pada mereka bahwa cara mereka menjalankan urusan-urusan tidak bisa diterima, bahwa filosofi mereka bertentangan dengan norma-norma peradaban dunia dan mereka harus membuat program."
Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu, itulah yang terjadi pada Hamas. Tanpa mempedulikan tekanan AS, Hamas terus melakukan lobi untuk memperkuat posisinya di dunia internasional. Kunjungan ke Rusia adalah salah satunya.
Juru bicara Hamas, Sami Abu Zuhri mengatakan, pihaknya akan mendengarkan pandangan-pandangan pemerintah Rusia atas konflik Arab-Israel dan akan mengklarifikasi pandangan Hamas sendiri.
"Kunjungan itu sendiri merupakan deklarasi dari kegagalan tekanan yang dilakukan oleh AS pada dunia untuk mengisolasi Hamas. Sekarang, Hamas sedang berada diambang pengakuan dunia intenasional atas legitimiasi Hamas, terima kasih atas kunjungan pemimpin Hamas di Moscow," kata Abu Zuhri.
Kunjungan ke Afrika Selatan
Selain ke Rusia, Afrika Selatan juga mengundang para pemimpin Hamas ke negaranya. Deputi Menteri Luar Negeri Afrika Selatan, Aziz Pahad mengatakan, pemerintahnya sudah mengkonfirmasi permohonan bertemu dengan pemimpin Hamas, meskipun detil pertemuannya belum disusun.
"Permohonan pertemuan itu akan dilakukan dalam konteks upaya yang dilakukan Afrika Selatan untuk berbagi pengalaman pada masa transisi dari apartheid ke demokrasi, baik dengan Palestina maupun dengan Israel," kata Pahad dalam pernyataannya.
"Dengan terpilihnya Hamas oleh mayoritas rakyat Palestina dalam pemilu legislatif baru-baru ini, Afrika Selatan melihat bahwa kami perlu menjalin hubungan dengan pemimpin Hamas sebagai bagian dari upaya internasional untuk membantu menciptakan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah," sambungnya.
Afrika Selatan saat dikuasai oleh rejim apartheid adalah sekutu dekat Israel, tapi setelah kulit putih membuka jalan bagi demokrasi multi rasial di negeri itu pada tahun 1994, Afrika Selatan berupaya menjembatani konflik Palestina-Israel.
Sementara itu, Otoritas Palestina telah mengembalikan dana bantuan AS sebesar 30 juta dollar AS. Welch membenarkan hal itu dan mengatakan bahwa Otoritas Palestina berjanji untuk mengembalikan sisa dana sebesar 20 juta dollar AS sebelum pemerintahan Hamas terbentuk.
"Dana sebesar 50 juta dollar untuk Palestina mungkin akan diprogram lagi untuk bantuan kemanusiaan di Palestina, tapi harus atas persetujuan kongres," kata Welch. (ln/aljz)