Pejabat senior PBB untuk urusan pengungsi Palestina-UNRWA-tak seperti biasanya meminta pada parlemen Inggris agar menggunakan pengaruhnya untuk meringankan beban rakyat Palestina akibat sanksi ekonomi yang dilakukan Israel di Ghaza.
Menurut Direktur UNRWA John Ging, sejak kabinet Israel menyatakan wilayah Ghaza sebagai "wilayah musuh" pada bulan September kemarin dan Israel menerapkan sanksi tanpa pandang bulu, situasi warga Ghaza sangat menyedihkan. Ging mengkhawatirkan tekanan kehidupan akan memicu munculnya kelompok ektrimis.
Seperti diketahuia, Israel memutus aliran listrik, pasokan bahan bakar ke Ghaza, yang menyebabkan perekonomian wilayah itu lumpuh total. Selain itu, warga Ghaza juga mulai kesulitan air dan menghadapi persoalan sanitasi serta masalah layanan kesehatan.
"Bantuan kemanusiaan bagi warga sipil Ghaza, biar bagaimanapun lebih bisa diandalkan untuk menghentikan serangan roket ke Israel dibandingkan penggunaan kekuatan militer, " kata Ging pada anggota parlemen Inggris yang membidangi hubungan Inggris-Palestina.
"Pesan saya… Bahwa sanksi-sanksi semacam ini tidak berhasil menghentikan serangan roket. Tapi karena penderitaan mereka yang makin dalam, mereka menjadi kontra produktif, " sambung Ging.
Ging, yang bertanggung jawab membantu sekitar 70 persen dari 1, 5 juta penduduk Ghaza menambahkan, selama dua tahun ini harapan akan membaiknya kondisi Ghaza tidak terwujud, situasinya malah makin memburuk. Ghaza, tukas Ging, penduduk Ghaza berharap banyak pada Israel dan dunia internasional yang selama ini hanya bisa mengatakan bahwa mereka prihatin dengan kondisi warga Ghaza, tapi tidak melakukan sesuatu untuk menghentikan sanksi Israel.
Lebih lanjut ia mengatakan, UNRWA tidak mampu lagi menyediakan 61 persen kalori yang dibutuhkan warga Ghaza. "Saat ini, kami tidak punya cukup dana untuk menyediakan biskuit-biskuit bernutrisi tinggi untuk sekitar 200. 000 anak-anak yang bersekolah di sekolah-sekolah PBB, " tukas Ging.
"Penderitaan dan kesulitan yang dialami penduduk Ghaza akan menjadi lahan subur bagi tumbuhnya ekstrimis, " tandas Ging.
Organisasi sosial Israel Physicians for Human Rights dalam laporannya menyebutkan, akibat blokade Israel terhadap wilayah Ghaza, 11 pasien warga Palestina meninggal dunia karena gagal mendapatkan layanan kesehatan, sementara sekitar 800 pasien lainnya, oleh Israel ditolak pergi ke luar negeri untuk berobat. (ln/independen)