Unjuk Rasa di Kairo Berakhir Bentrok, Aktivis dan Wartawan Jadi Korban Kebrutalan Polisi

Aparat keamanan Mesir secara brutal menangkapi dan menahan sejumlah aktivis dan wartawan dalam aksi unjuk rasa di Kairo, Kamis (11/5). Aksi unjuk rasa itu digelar oleh ratusan aktivis sebagai dukungan terhadap dua orang hakim senior yang dihadapkan ke pengadilan karena dianggap melanggar disiplin profesi, setelah mengungkapkan adanya pelanggaran dalam pemilu tahun 2005 lalu.

"Hakim, lindungi kami dari kediktatoran", "Hakim, hakim, selamatkan kami dari para tiran", "Turun-turun Husni Mubarak", demikian yel-yel yang diteriakan oleh para pengunjuk rasa.

Dalam aksi yang dilakukan di dekat gedung Pengadilan Tinggi di jantung kota Kairo, ratusan pengunjuk rasa sengaja berpencar dalam beberapa kelompok untuk menghindari kepungan polisi. Namun tak lama kemudian, polisi anti huru-hara dan aparat keamanan berpakaian preman, mengepung pengunjuk rasa dan mulai memukul dan menyeret beberapa pengunjuk rasa yang sudah mereka incar.

Seorang pengunjuk rasa diseret ke tembok dan dipukuli sampai mukanya berdarah, sementara sejumlah pengunjuk rasa lainnya dengan muka berdarah-darah dibawa dengan mobil van polisi.

Tiga orang polisi berpakaian preman memukuli seorang fotografer Reuters, merebut dan membanting kameranya. Begitu juga dengan juru kamera stasiun televisi Aljazeera, ia dipukuli dengan brutal dan kameranya diambil.

Kuasa hukum Ikhawanul Muslimin menyatakan, sekitar 100 orang pendukung Ikhwanul ditangkap oleh pasukan keamanan. Aparat kemudian berhasil membubarkan para pengunjuk rasa.

Skandal Pemilu

Dua hakim yang dituduh sudah melecehkan pengadilan adalah hakim Mahmud Makky dan hakim Hisyam al-Bastawisi. Keduanya diseret ke meja hijau karena mengungkap penyelewenangan dalam pemilu parlemen tahun 2005 kemarin.

Kedua hakim yang juga anggota pengadilan kasasi di Mesir itu juga menuding sejumlah koleganya melakukan penyelewengan atau sengaja membiarkan penyelewengan itu ketika ikut mengawasi jalannya pemilu.
Seperti diketahui, pemilu bulan November lalu di Mesir, dimenangkan oleh partainya Husni Mubarak, National Democratic Party (NDP) meski terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya saat pemungutan suara.

Kedua hakim tersebut menolak untuk masuk ke ruang sidang, karena kuasa hukum mereka ditolak untuk mendapatkan akses. "Apa yang terjadi hari ini adalah skandal yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Bastawissi pada AFP.

"Saya tidak akan hadir lagi di pengadilan ini jika persyaratan persidangan yang adil tidak dipenuhi," tegasnya.

Pengadilan yang berlangsung tanpa kehadiran tersangka Kamis kemarin, akhirnya ditunda sampai Kamis (18/5) minggu depan.

Pengadilan tersebut telah memicu aksi protes di jalan-jalan Mesir sebagai dukungan pada kedua hakim yang kini menjadi simbol reformasi di negeri Piramida itu. Dalam sidang pertama dua minggu lalu, ribuan polisi dikerahkan dan terlibat bentrok dengan para pengunjuk rasa.

Human Rights Watch menyatakan, lebih dari 100 aktivis pro reformasi ditahan selama dua minggu aksi dukungan terhadap Mahmud Mekky dan Hisyam al-Bastawisi dan tuntutan dicabutnya hukum situasi darurat di Mesir yang sudah diterapkan sejak 1981.

"Penangkapan-penangkapan ini mengindikasikan bahwa Mubarak ingin membungkam kelompok oposisi," kata Joe Stork, direktur regional HRW dalam pernyataannya. (ln/iol)