Uni Eropa Putuskan Jalin Hubungan yang Lebih Kuat dengan Negara-Negara Islam

Krisis yang ditimbulkan oleh penerbitan kartun Nabi Muhammad Saw, membuka mata negara-negara Uni Eropa untuk menjalin hubungan yang lebih kuat dengan dunia Islam. Untuk itu, Uni Eropa kini sedang mempertimbangkan sejumlah langkah untuk membangun hubungan yang lebih kuat tersebut serta membangun dialog inter kultural dan saling memahami antara dunia Islam dan Eropa.

Langkah baru Uni Eropa ini, rencananya akan dijelaskan dan disosialisasikan oleh menteri-menteri luar negeri Uni Eropa pada hari ini, Senin (27/2) waktu setempat. Terobosan yang dilakukan UE bukan sebatas pada upaya meningkatkan hubungan dengan negara-negara Muslim juga menekan akan pentingnya kontak-kontak yang lebih baik antara media, kelompok anak muda dan NGO dari kedua belah pihak.

"Kami ingin menutup ketegangan ini dan membuka lembaran baru dalam hubungan kami dengan negara-negara Muslim," kata seorang diplomat UE yang enggan disebut namanya.

Dalam pernyataan yang akan dikeluarkan para menlu UE pada hari ini, kabarnya juga akan dicantumkan ‘penyesalan mereka atas publikasi kartun Nabi Muhammad Saw yang telah menyinggung dan menimbulkan ketegangan di kalangan umat Islam di seluruh dunia.’ Dalam pernyataan itu digarisbawahi bahwa ‘kebebasan media harus ada di masyarakat yang bebas dan terbuka’ tapi ‘kebebasan itu harus disertai dengan tanggung jawab.’

Krisis Kartun, Bisnis Denmark Terpukul

Perubahan sikap Uni Eropa yang memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih kuat dunia Islam, bisa jadi karena mereka mulai merasakan pukulan atas krisis yang ditimbulkan akibat publikasi kartun Nabi Muhammad.

Boikot terhadap produk-produk Denmark yang dilakukan di sejumlah negara Islam, cukup memukul sektor bisnis di negeri itu. Hal ini diakui oleh pemerintah Denmark yang mengatakan bahwa secara umum perekonomian negaranya tidak terancam, tapi dunia bisnis terkena dampak boikot tersebut.

"Boikot kebanyakan memukul perusahaan-perusahaan yang memperoduksi kebutuhan sehari-hari, sedangkan produk-produk eksport penting kurang terkena dampaknya," kata Henriette Stoeltoft, ketua divisi marketing internasional Conferderation of Danish Industries.

Eksportir terbesar produk-produk olahan susu Denmark ke Timur-Tengah, perusahaan Arla Foods, mengalami kerugian sekitar 1,6 juta dollar AS per hari sejak aksi boikot dilakukan dan untuk sementara menonaktifkan 125 karyawannya. Untuk mengalami kerugian lebih lanjut, Arla kini menjual produknya tanpa mencantumkan merk nya. Hal serupa juga dilakukan perusahaan Denmark yang lain. Mereka mengubah label ‘buatan Denmark’ dengan label ‘buata Uni Eropa.’ Beberapa perusahaan lainnya menyamarkan produknya dengan nama produk yang berasal dari negara lain.

Sejumlah perusahaan lain mengungkapkan kekhawatirannya, bahwa ‘serangan’ dari umat Islam dengan cepat akan meluas. Perusahaan yang memproduksi obat-obatan Novo Nordisk menyatakan, bahwa pihaknya mengalami kerugian sebesar 200 juta kroner dalam kontrak penjualan insulin ke Turki akibat aksi boikot tersebut. Danisco, salah satu perusahaan besar yang menjual bahan makanan juga mengatakan kehilangan sejumlah kontrak sementara kontrak-kontrak lainnya banyak yang ditunda.

Industri daging kelompok Danish Crown mengalami penurunan produksi di kawasan Dubai. Perusahaan Aalborg Portland, menutup situs Asian Internet nya menyusul adanya ancaman boikot.

Nilai ekspor negara Denmark ke negara-negara Muslim mencapai 14 milyar kroner per tahun, dan 8 milyar di antaranya berasal dari kawasan Timur Tengah. Jika boikot terus berlanjut, pakar ekonomi dari Danske Bank mengatakan, kemungkinan akan terjadi pemutusan hubungan kerja terhadap 10.000 pekerja di Denmark. Angka ini cukup besar mengingat jumlah penduduk Denmark yang hanya 5,4 juta jiwa.

Untuk mengkonter aksi boikot itu, perusahaan-perusahaan di Denmark melakukan kampanye internasional ‘Buy Danish’ melalui internet. Kampanye itu dilakuka oleh Carlsberg beer, Lego Toys dan perusahaan Arla Foods. (ln/iol/middleeastonline)