Uni Eropa akan melakukan langkah yang lebih ketat, untuk mengantisipasi ancaman terorisme di Eropa. Di samping itu, Uni Eropa mengajak warga Muslim di Eropa untuk bersama-sama dengan komunitas lainnya, ikut menanggulangi ancaman terorisme.
Wakil Ketua Komisi Eropa dan Komisi Keadilan, Franco Frattini dalam keterangan persnya mengatakan, sangat penting menunjukkan pada komunitas Muslim bahwa Eropa tidak hanya secara penuh menghormati agama-agama lain, keyakinan-keyakinan lain, tapi juga Eropa ingin Muslim menghormati hukum nasional, hukum yang berlaku di Eropa serta hak-hak yang fundamental. Dan yang terpenting adalah hak untuk hidup.
Frattini mengungkapkan hal tersebut usai mengadakan pertemuan dengan para menteri luar negeri Eropa antara lain Mendagri Inggris, Prancis, Jerman, Finlandia, Portugal dan Slovenia, beserta Kordinator Anti Terorisme Uni Eropa, Gijs De Vries, di London, Kamis (17/8).
"Kami betul-betul membutuhkan warga Muslim di Eropa," kata Frattini yang juga mengusulkan supaya para imam di Eropa diberi pelatihan dan memblokade situs-situs internet yang dinilai mendorong munculnya terorisme.
Dalam keterangan persnya, Frattini mengatakan bahwa Komisi Uni Eropa akan mengajukan usulan langkah mencegah ancaman terorisme dengan cara mendeteksi bahan-bahan peledak berbentuk cairan dan bekerja sama dalam pertukaran informasi data penumpang penerbangan, bukan hanya antar negara anggota Uni Eropa tapi juga dengan negara AS, Kanada dan Australia.
Juru bicara kantor kementerian dalam negeri Inggris menyatakan, pihaknya telah mengeluarkan dana sebesar 450 ribu dollar yang akan digunakan untuk riset deteksi dini bahan-bahan peledak berbentuk cair, setelah usulan itu disepakati dalam pertemuan tersebut.
Selain itu, langkah lain yang akan dilakukan adalah membentuk ‘pasukan reaksi cepat’ Eropa yang terdiri dari para ahli masalah terorisme, yang bisa dikirim secepatnya ke negara-negara anggota Uni Eropa yang mengalami serangan terorisme.
Usulan-usulan itu akan diserahkan ke pertemuan informal menteri-menteri dalam negeri Uni Eropa di Finlandia pada tanggal 20-22 September mendatang agar bisa segera diterapkan ke 25 negara anggota Uni Eropa.
Lebih lanjut Frattini mengatakan, negara-negara Uni Eropa juga harus melakukan pendataan yang lebih rinci terhadap para penumpang pesawat terbang, agar upaya pencegahan terorisme lebih efektif. Pendataan itu termasuk pengambilan sidik jari dan karakteristik suara.
Frattini membantah jika kebijakan itu akan ditargetkan pada penumpang yang berasal dari agama dan etnis tertentu. "Ini tidak ada kaitannya dengan keyakinan agama atau diskriminasi," ujarnya. (ln/iol)