Uni Eropa : Bahaya Sayap Kanan Israel

Uni Eropa memperingatkan pemerintahan Israel yang baru, di bawah Perdana Menteri Benyamin Netanyahu, agar tetap memperhatikan proses perdamaian di Palestina dengan prinsip dua negara, Palestina – Israel, yang diharapkan dapat hidup berdampingan. Nampaknya, Uni Eropa menjadi sangat skeptis dengan pemerintahan yang berhaluan kanan,yang sangat anti Arab.

Pekan yang lalu, antara Likud dengan Partai Yisrael Beitenu, yang dipimpin Avigdor Lieberman, mencapai suatu perjanjian dan kesepakatan, di mana Lieberman mendapatkan fortopolio di dalam kabinet Israel yang dipimipin Netanyathu, sebagai menteri luar negeri.

Para pemimpin di Eropa dengan naiknya Lieberman sebagai menteri luar negeri Israel, kemungkinan sangat tipis, di Palestina akan terwujud perdamaian, dan negara Palestina yang berdaulat. Mengingat sikap dan pandangan politik Netanyahu maupun Lieberman, yang sangat rasis dan anti Arab. Dan, tidak akan memberi peluang bagi proses negosiasi atau perundingan yang berkaitan dengan ide dua negara Palestina – Israel.

“Saya katakana sangat jelas bagaimana Uni Eropa akan berhubungan dengan negara (Israel) yang tidak berkomitment dengan solusi dua negara”, ujar Javier Solana, Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa. Pemilu yang berlangsung 10 Februari lalu, di Israel, hasilnya telah menunjukkan semakin kuatnya arus dikalangan pemilih Israel, yang bergeser ke partai-partai yang berhaluan kanan. Dengan demikian, kemungkinan proses perdamaian yang sekarang ini diupayakan menjadi sia-sia.

Sementara itu, AS, Uni Eropa, dan Negara Arab yang berhaluan moderat, sebagian besar masih diam dengan perkembangan baru di Israel, khususnya koalisi antara Likud dengan Yisrael Beitenu, yang pasti tidak akan member ruang bagi perdamaian dan proses negosiasi di kawasanitu. Solana dan pejabat Uni Eropa telah bertemu dengan Menlu Mesir Abu Geit, dan Menlu Palestina, yang tujuan ingin membawa Palestina kearah pemerintahan Palestina. Namun, jauh hari, Menlu AS, Hallary Clinton telah mensyaratkan kepada pemerintahan Persatuan Palestina, harus menerima negara Israel, dan meninggalkan terorisme, serta menataati hasil perjanjian sebelumnya antara Otoritas Palestina dengn Israel. Ini suatu yang sangat sulit.

Nampaknya, memang tidak mudah menciptakan pemerintahan persatuan, yang hakekatnya tak lebih suatu cara untuk menggusur pemerintahan Hamas, yang merupakan hasil pemilu Januari 2006, dan menempatkan Ismail Haniya sebagai perdana menteri. Sebelumnya, telah terbentuk pemerintahan nasional, yang terdiri dari tokoh-tokoh independent, tapi Barat dan Israel tidak mau mengakuinya.

Sementara itu, Lieberman mengatakan, tahanan Palestina harus ditenggalemkan di laut Mati, dan bahwa pertemuan anggota parlemen Arab – Israel harus tetap dijalankan, dan Presiden Mesir Hosni Mubarak dapat ‘pergi ke neraka’, ujar Lieberman. Ini ungkapan pemimpin sayap kanan Israel, Lieberman, yang sebentar lagi akan menjadi Menlu Israel.

Menanggapi sikap arogan calon Menlu Israel, Lieberman itu, justru Menlu Palestina, meminta tanggung jawab Uni Eropa, yang selama ini menjadi pendukung Israel. (m/jp)