Pemilu sudah di ambang pintu, tapi kaum pergerakan Islam di Maroko ternyata masih menyimpan beda pendapat soal kesertaan mereka dalam politik.Mereka masih berselisih antar ikut serta dalam pemilu, memboikot, atau golput.
Gerakan Tauhid wa Al-Ishlah mewakili kelompok yang memandang bahwa musyarakah siyasiyah (keterlibatan politik) adalah langkah yang tepat. Sementara gerakan Al-Adl wa Al-Ihsan, lebih cenderung pada penolakan alias pemboikotan pemilu.
Ir. Muhammad Hamdawi, ketua Gerakan Tauhid wa Al-Ishlah yang juga bagian dari Partai Keadilan dan Pembangunan, memandang bahwa realitas saat ini menyebutkan bahwa prinsip keterlibatan politiklah yang sangat tepat.
Kepada Aljazeera, ia mengatakan, “Koalisi politik melalui partai Keadilan dan Pembangunan adalah langkah berkualitas yang bisa menghasilkan banyak hal positif. Misalnya saja menambah jumlah peserta pemilu dalam memberikan suaranya. ”
Ia menambahkan bahwa dukungannya kepada Partai Keadilan dan Pembangnan bertolak dari kesertaannya secara strategi bersama PKP untuk melandaskan kemaslahatan Islam dan moral di Maroko. “Kami mendukung partai lain yang mendukung PKP sebagai koalisi, ” jelasnya.
Ini berbeda dengan Jama’ah Al-Adl wa Al-Ihsan yang justru melontarkan pendapat ke balikannya. Menurut pihak Jama’ah, mereka masih menunggu sejumlah syarat yang harus terpenuhi untuk kesertaan mereka secara politik. “Bukan aib bila kami tetap bersikap sama dan tidak berubah dalam hal ini, ” ujar salah satu anggota Jama’ah Umar Ahrasyan.
Bagi Ahrasyan sebagaimana dijelaskan kepada Aljazeera, pihaknya memahami keterlibatan kelompok Islam dalam pemilu. Karenanya, sikap pemboikotan tidak berarti mereka berpandangan negatif kepada keterlibatan politik. Hanya saja, bagi mereka situasi politik yang ada belum bersih dan tidak menjamin pemenangnya bisa menerapka program-programnya di pemerintahan. “Pemilu di Maroko belum ada perannya dan belum ada manfaatnya saat ini, ” ujar Ahrasyan. (na-str/aljzr)