Ulama Irak dari kalangan Sunni dan Syiah baru-baru ini mengadakan pertemuan di kota suci Makkah, Arab Saudi. Pertemuan itu menghasilkan sebuah dokumen rekonsiliasi sebagai upaya untuk menghentikan kekerasan sektarian yang oleh banyak pihak dikhawatirkan akan meluas menjadi perang sipil.
Organisasi Konferensi Islam-OKI yang memfasilitasi pertemuan itu dalam pernyataannya mengatakan, "Dokumen ini, begitu disetujui, akan menyampaikan sebuah pesan bagi semua rakyat Irak, memberikan penjelasan tentang posisi Islam tentang pertumpahan darah di kalangan umat Islam."
Lebih lanjut OKI menyatakan, "Dokumen ini menyerukan semua umat Islam di Irak untuk menaati prinsip-prinsip dalam agama Islam."
Pertemuan yang berakhir Senin (9/10) kemarin, rencananya akan dilanjutkan dengan pertemuan yang melibatkan lebih banyak lagi ulama dari kedua aliran. Pertemuan akan digelar kembali di Makkah pada 19-20 Oktober mendatang sekaligus untuk mengabsahkan kesepakatan tersebut.
Dokumen rekonsiliasi disiapkan oleh ulama Syiah Jalal Al-Din Al-Saghir, anggota parlemen senior dari Dewan Tertinggi Partai Revolusi Islam di Irak dan Salah Abdul Razzaq. Sementara Sunni diwakili oleh ulama Mahmud Al-Sumaydai dan Syeikh Abdulsattar Abbas.
Kekerasan sektarian yang melanda Irak makin tajam setelah peristiwa peledakan tempat suci milik Muslim Syiah, Masjid Emas di Samarra.
Organisasi Migrasi Internasional, Selasa (10/10) menyatakan, jumlah warga Irak yang meninggalkan rumahnya untuk menghindari pertikaian sektarian meningkat tajam, mencapi sembilan ribu orang per minggu.
PBB dan sumber-sumber medis di Irak mempekirakan lebih dari 100 orang tewas setiap harinya dalam insiden-insiden kekerasan yang terjadi di seluruh Irak.
Aksi Boikot
Sejumlah pemuka Syiah di Irak ternyata tidak tahu menahu tentang upaya rekonsiliasi itu dan memutuskan untuk memboikot pertemuan Makkah selanjutnya.
"Ayatullah Muhammad Ishaq Al-Fayyad diundang untuk hadir dalam pertemuan Makkah. Tapi ia memutuskan untuk memboikot," kata Syeikh Ali Al-Rabie wakil dari salah satu kelompok Syiah.
Alasan boikot, kata Al-Rabie, karena penyelenggara mengundang sejumlah lembaga-lembaga teroris dan mereka tidak bisa melakukan pembicaraan dengan lembaga-lembaga itu. Al-Rabie tidak menyebutkan nama-nama lembaga yang ia maksud. Ia hanya mengatakan, pertemuan Makkah tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali para politisi yang menggerakkan kelompok-kelompok milisi dan sudah banyak membunuh orang menghentikan tindakannya.
"Para politisi tidak serius untuk menghentikan pertumpahan darah sektarian," kata Al-Rabie.
Tokoh Syiah lainnya, Syeikh Abdul Mahdi Al-Karbalai yang mewakili Syeikh Ali Al-Sistani, tidak mau berkomentar soal pertemuan Makkah. "Saya tidak tahu tentang masalah itu," kata Al-Karbalai pendek ketika ditanya apakah Al-Sistani akan ikut dalam pertemuan Makkah selanjutnya.
Sementara sejumlah otoritas Syiah lainnya mengaku terkejut tidak diundang dalam pertemuan tersebut.
"Tokoh-tokoh senior Syiah seperti Ayatullah Muhammad Mahdi Al-Khalisi, Ahmad Al-Bughdadi dan Ali Sazrawari tidak diundang dalam pertemuan itu, padahal mereka dikenal sangat toleran dan moderat," kata ulama Syiah Ali Al-Jabouri.
Namun Ia menyatakan, mereka yang diundang tidak punya alasan untuk menghindar. "Siapapun yang memimpin negeri ini diharapkan menunjukkan tanggung jawabnya," kata Al-Jabouri. (ln/iol)