Ulama Sunni dan Syiah yang hadir dalam acara Conference for Dialogue of Islamic Thought di Doha, Qatar menyerukan agar pertikaian sektarian di Irak segera dihentikan. Mereka menyatakan, Islam melarang pertumpahan darah dan penyerangan atas harta benda milik sesama Muslim.
"Konferensi mengecam peperangan sektarian antara Sunni dan Syiah di Irak yang beresiko menimbulkan perpecahan, " demikian bunyi pernyataan mereka dalam penutupan konferensi, Senin (22/1).
Ketua International Union for Muslim Scholars (IUMS), Syaikh Yusuf al-Qaradawi menegaskan, "Pembunuhan sektarian di Irak harus diakhiri."
Hal serupa diungkapkan Profesor Hassan al-Gharawi. "Kita harus melakukan sesuatu dan mengakhiri pertumpahan darah di Irak. Perbedaan antara Sunni dan Syiah harus dijembatani, " ujarnya.
Al-Gharawi menambahkan, seruan yang dilontarkan oleh para peserta konferensi ini harus diwujudkan dengan melakukan langkah konkrit.
Dalam konferensi yang berlangsung selama tiga hari itu, para ulama dan cendikiawan Sunni maupun Syiah juga menegaskan, bahwa tidak boleh ada pemaksaan bagi kedua pengikut mazhab itu untuk mengikuti salah satu mazhab.
Pada konferensi tersebut, Syaikh al-Qaradawi kembali menyatakan bahwa negara Iran memegang kunci untuk meredakan ketegangan sektarian di Irak. Iran, menurutnya, punya kekuatan untuk menghentikan pertumpahan darah itu. IUMS sendiri sudah mengirimkan delegasi khusus ke Iran untuk melakukan pembicaraan dengan para pejabat di sana.
Namun Kepala Pusat Studi Kebudayaan Iran-Arab di Iran, Ali Azrship menilai, blundernya situasi di Irak yang menyebabkan sulitnya mengatasi pertikaian.
"Sektarianisme di Irak mempengaruhi hampir semua wilayah regional, bukan di Irak saja. Itulah sebabnya, kami memprioritaskan upaya membangun kembali persatuan antara Sunni dan Syiah, " kata Azrship disela-sela konferensi seperti dikutip Islamonline.
Sementara itu, Amir al-Tamimi, Kordinator dan Sekretaris Iraqi Committee of the Wise, lebih menekankan pentingnya rekomendasi untuk tidak menggunakan agama demi kepentingan politik.
"Salah satu rekomendasi penting dari konferensi ini adalah, semua ulama dari berbagai mazhab yang berbeda harus menentang politisasi agama. Sekelompok orang tidak boleh menggunakan isu agama untuk mencapai tujuan politik pribadinya menguasai sebuah negara tertentu beserta rakyatnya, " tegas al-Tamimi.
Ia mengusulkan agar setelah konferensi Doha, dilakukan pertemuan khusus para pejabat dan politisi Irak agar tidak lagi menggunakan agama sebagai kendaraan politik mereka.
Usulan al-Tamimi didukung Ketua Organisasi International Popular Islamic Konference di Irak, Abdul Latif al-Hamim. Ia juga mengusulkan untuk membentuk komite adhoc yang akan melaksanakan resolusi-resolusi konferensi Doha untuk mengatasi konflik di Irak.
"Otoritas Sunni dan Syiah adalah persoalannya sekaligus jawabannya. Kita harus duduk bersama dan menemukan solusi untuk kelompok-kelompok yang bertikai di Irak. Jika tidak, seluruh wilayah regional akan meledak, " tukasnya.
Dari sepuluh rekomendasi Konferensi Doha, salah satunya menyerukan agar semua umat Islam menghormati semua sahabat Nabi Muhammad saw dan isteri-isterinya.
Para peserta konferensi juga mendesak agar umat Islam dari berbagai mazhab bersatu dan saling menghormati.
Konferensi juga merekomendasikan adanya pembaharuan kurikulum pendidikan, agar lebih bisa mendorong persatuan antara Muslim Sunni dan Syiah. Mereka mengusukan agar menjadi pusat berkumpulnya para cendikiawan dari sekolah-sekolah Sunni maupun Syiah, yang akan memonitor setiap pelanggaran, kendala dan memberi masukan solusi tepat. (ln/iol)