Eramuslim – Para ulama islam dari masa ke masa menghabiskan hidup mereka untuk menulis karya ilmiah. Mereka berharap hal ini dapat menjadi tabungan di akhirat kelak.
Dikutip dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi, mereka turut semangat menulis berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,
إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة: إلا من صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعو له
“Apabila seorang manusia wafat, masalahnya terputus kecuali tiga, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat (yang diajarkan atau ditulis) dan anak saleh yang mendoakannya” hadits riwayat Muslim.
Apabila umat membaca riwayat hidup para ulama, niscaya akan terkagum-kagum dengan kesungguhan mereka menulis buku keislaman.
Imam Syafi’i (wafat: 204 Hijriah) membagi waktunya setiap malam menjadi tiga bagian, sepertiga bagian pertama untuk menulis buku, sepertiga bagian kedua untuk shalat tahajjud dan sepertiga bagian ketiga untuk beristirahat.
Sihnun Al Qairawani (ulama hadis murid Imam Malik, wafat: 202 Hijriah), diriwayatkan bahwa pada suatu malam budak perempuannya bernama Ummu Mudam masuk membawa makan malam untuknya, Ia menjawab, “Sekarang saya sedang sibuk menulis kitab”.
Budak itu terlalu lama menunggu dan malampun telah terlalu larut, budak itu menyuapkan makan malam untuk Sihnun tanpa ia sadari.
Saat azan subuh dikumandangkan Sihnun memanggil budaknya untuk membawa makan malam tadi yang ditawarkan.