Para ulama Muslim dari berbagai wilayah di India mengeluarkan fatwa yang isinya melarang penyerangan tempat-tempat ibadah dengan mengatasnamakan Islam dan membawa-bawa nama Allah Swt serta Nabi Muhammad Saw. Fatwa itu dikeluarkan seminggu setelah peristiwa dua ledakan bom di kota suci umat Hindu Varanasi, yang menyebabkan 23 orang tewas. Salah satu ledakan terjadi di sebuah kuil.
Lewat fatwa tersebut, para ulama Muslim di India meminta kelompok-kelompok militan tidak mengkaitkan tindakan kekerasan yang dilakukannya dengan Islam. "Jelas tidak ada ruang bagi terorisme dalam Islam dan pembunuhan terhadap satu orang umat manusia yang tidak berdosa adalah pembunuhan terhadap seluruh umat manusia," demikian bunyi fatwa itu seperti disebutkan Maulana Khan Rasyid, kepala pesantren Darul-Ifta Firangi Mahal yang sudah berusia 400 tahun, berlokasi di Lucknow, ibukota negara bagian Uttar Pradesh.
Mengutip sejumlah ayat dalam Al-Quran, fatwa itu juga menyebutkan, "Jika seorang Muslim menyebabkan kerusakan di tempat-tempat peribadatan atau menuruti kata hatinya membunuh orang yang tidak berdosa, Islam akan melihatnya sebagai kejahatan kriminal yang burung dan syariah Islam menyatakan perbuatan itu melanggar hukum."
Rasyid yang juga mengepalai masjid-masjid utama di Lucknow mengeluarkan fatwa itu atas usulan yang diajukan oleh seorang pengusaha Muslim lokal Sajjid Umar.
"Menggunakan nama-nama suci untuk tindakan yang bertentangan dengan perdamaian, tidak dibenarkan oleh Islam. Agama, bahkan melarang umatnya untuk merusak pohon atau melukai binatang serta tidak membunuh orang tak berdosa atas nama jihad," kata Syaid Syah Badruddin Qadri al-Jilani, presiden Jamiat Mushaiqal-Hind dan pengurus Ulama Sunni India.
"Melalui fatwa ini, organisasi kami ingin menyampaikan pesan bahwa Islam tidak pernah mendukung segala bentuk kekerasan. Agama Islam sudah diidentikkan dengan terorisme hanya karena perilaku sebagian kecil orang," katanya.
"Jika mereka tidak bisa menghentikan cara-cara kekerasan, mereka paling tidak harus menanggalkan nama-nama yang berbau Islam sehingga seluruh komunitas umat Islam tidak disalahkan," kata Maulana Mastan Ali, direktur Jamait-ul Muminath, salah satu institusi Islam tertua khusus untuk para Muslimah yang berbasis di Hyderabad, India.
Pada hari Minggu (12/3) kemarin, Ali juga sudah mengeluarkan fatwa yang melarang kelompok-kelompok kekerasan menggunakan nama Rasulullah.
Sebuah kelompok yang menyebut diri mereka Laskar Qahar, mengaku bertanggung jawab atas peristiwa ledakan di Varanasi. Qahar merupakan salah satu dari banyak nama yang digunakan untuk penyebutan nabi. Banyak kelompok garis keras di India yang menggunakan nama yang sejenis untuk mendapatkan pengakuan atau simpati. Misalnya Jaish-e-Muhammad dan Lashkar-e-Taiba.
Di Hyderabad, kelompok militan kerap mengatasnamakan agama dalam aktivitasnya. Puluhan anak muda Muslim di kota itu, bahkan diduga memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok garis keras.
Sekjen organisasi All India Muslim Personal Law Board, Abdur Rahim Qureshi juga mengecam pemakaian atribut keagamaan dan nama Allah Swt serta Nabi Muhammad Saw terhadap tindakan-tindakan yang bertentangan dengan spirit Islam.
Qureshi yang juga mengepalai Tameer-e-Millat, mengaku prihatin dengan kondisi generasi muda Muslim yang telah terpengaruh oleh propaganda kelompok teroris. Untuk itu ia akan melakukan kampanye penyadaran bagi para pemuda itu.
Dalam dekade belakangan ini, puluhan anak muda di Hyderabad dan Nalgonda tewas karena terlibat bentrokan dengan aparat kepolisian. Dan banyak dari mereka yang ditangkap atas tuduhan subversif. Beberapa jam setelah peristiwa ledakan di Varanasi, seorang pemuda dari Hyderabab yang bekerja untu Lashkar-e-Taiba, Gulam Yazdani ditembak mati oleh polisi di New Delhi, bersama seorang asal Bangladesh yang dicurigai sebagai anggota kelompok teroris. (ln/GulfTimes)