Jumat (29/5) kemarin, Warga Turki merayakan hari penaklukkan Istanbul-Konstantinopel yang ke-556 dengan menggelar serangkaian acara di sekitar kota bersejarah tersebut. Demikian dilansir oleh media Turki, Dunya Bulteni.
Sultan Utsmani, Muhammad al-Fatih, berhasil mengambil alih kota tua Konstantinopel dari kekaisaran Bizantium pada tahun 1454, dalam umurnya yang baru menginjak 19 tahun. Kota tersebut kemudian dialihnamakan menjadi Istanbul (dari Islampolis atau Islambul).
Istanbul merayakan penaklukkan tersebut dengan pertunjukan cahaya. Sebuah film tentang penaklukkan Konstantinopel pun diputar dengan menggunakan sistem ‘watchout’ dan layar sebesar 15×60 meter.
Penaklukkan Puitis
Salah seorang profesor terkemuka di bidang sastra Turki, Iskender Pala, mengatakan bahwa Sultan Muhammad al-Fatih sangat tahu bahwa ia tidak akan mampu menaklukkan Istanbul-Konstantinopel hanya dengan modal kekuatan. Maka al-Fatih pun memprioritaskan pembangunan peradaban di kawasan tersebut.
Pala menekankan bahwa "al-Fatih menjelajahi Barat dengan pedang, sedangkan menjelajahi Timur dengan pena."
"Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia Timur telah mencapai kejayaan ilmu pengetahuan ketika Barat masih berada dalam masa kegelapan."
Pala juga menjelaskan bagaimana keunggulan Fatih sebagai seorang negarawan sekaligus pemikir. Hal tersebut didsarkan kepada intelektualitas yang akhirnya menjalar di Istanbul setelah penaklukkan oleh al-Fatih. Ketika itu, al-Fatih menyuarakan syairnya, "wahai para pemikir, datanglah ke kotaku! Aku telah membangun ruang-ruang penelitian untukmu! Wahai para seniman, datanglah ke kotaku! Aku telah membangun bengkel-bengkel seni untukmu!"
Merujuk pada intelgensia al-Fatih dalam bersyair, Pala pun mengatakan bahwa al-Fatih membangun batas-batas kota bukan dengan batu, melainkan dengan kebudayaan.
Profesor sejarah yang tersohor di Turki, Ilber Ortayli mengatakan bahwa al-Fatih menguasai bahasa Italia dan Yunani, serta menulis syair dalam bahasa Arab, Persia, dan Turki.
Ortayli menyatakan bahwa setelah penaklukkan, al-Fatih mulai membangun kembali setiap sudut-sudur kota Istanbul yang hancur. Ia membangun pasar, masjid, istana dan memeintahkan para pasha (kalangan bangsawan) untuk membangun kamar mandi umum, rumah ibadah, dan madrasah.
Sejak zaman dahulu, Konstantinopel tersohor karena kemegahan dan keindahannya, hingga banyaklah para pujangga Arab-Islam sekalipun yang mengatakan "jika dunia ini adalah negeri, maka Konstantinopel adalah ibu kotanya."
Kota tersebut terletak di daerah perbukitan yang subur dengan pemandangannya yang luar biasa elok di tepi selat Bosphorus, dan diapit sekaligus dibentengi oleh banyak lautan, yaitu Laut Marmara, Laut Aegea, Laut Hitam, Selat Tanduk Emas, dan Selat Bosphorus.
Penaklukan Konstantinopel telah menjadi semacam impian hampir semua penguasa Islam. Nabi Muhammad sendiri dalam sebuah haditsnya pernah memberikan nubuwat sekaligus kabar gembira akan penaklukan kota kesohor itu, bahwa suatu saat umatku akan menaklukan Konstantinopel, pemimpinnya adalah sebaik-baiknya pemimpin, dan pasukannya adalah sebaik-baiknya pasukan.
Para pemimpin dinasti Umayyah (beribukota Damaskus) beberapa kali mencoba menyerbu Konstantinopel, tetapi mereka mengalami kegagalan. Demikian pula para penguasa dinasti Abbasiyyah (Baghdad), Fatimiyyah (Kairo), dan Seljuk (Busra), mereka semua tidak berhasil merebut kota permata itu. Barulah, setelah berdirinya dinasti Utsmani oleh bangsa Turki-Muslim di abad ke-13, Konstantinopel perlahan-lahan mulai diambil alih, hingga puncaknya jatuh ke tangan salah satu sultan dinasti itu, Muhammad al-Fatih, pada tahun 1545. (berbagaisumber/L2-AGS, Kairo)