Apa yang diberikan oleh Barack Obama untuk kita? Kita semua menunggu kebijakan luar negerinya, dan bisa kita lihat dari staf kepercayaannya.
Setelah menduduki Gedung Putih, George Bush menolak Yasser Arafat, dan menudingnya sebagai teroris. Sebaliknya, Bush berkomplot dengan Ariel Sharon, teroris paling ganas di seantero Timur Tengah, sejak periode Menachem Begin dan Yitzhak Shamir. Bush menolak semua pendekatan diplomasi dalam konflik Arab-Israel, dan menganggap tak ada Palestina sama sekali. Ketika Arafat meninggal tahun 2005, diplomasi AS berubah, dan menjadi aktif, tapi semuanya terlambat. Dan, tak ada kemajuan yang berarti, serta Bush masih tetap dengan mengabaikan terhadap masalah Palestina.
Pertanyaannya: jika Arafat adalah masalahnya, mengapa setelah kematian Arafat tiga tahun silam itu, tak ada satupun yang bisa diselesaikan, kecuali Bush menunjuk Mahmoud Abbas, ‘pionnya’ yang menjadi ‘lakon’ sebagai juru damai di tanah Palestina? Arafat sama sekali bukan sumber persoalan, dan Condoleeza Rice tak punya agenda yang pasti terhadap para pendukung Israel. Fokus utamanya adalah pada Rusia sebagai perintah langsung dari Presiden Bush, yang hanya melihat dari Washington.
Hillary Clinton berada dalam posisi yang baik. Sebenarnya, Hallary dapat melakukan apa yang Rice dan Collin Powel, pendahulunya, tak bisa meakukan. Hillary bisa memulai hari pertamanya sebagai Menteri Luar Negeri dengan memfokuskan diri pada masalah Timur Tengah. Dia sangat ahli dalam hal ini. Mengingat dia hidup dengan isu ini selama 8 tahun kepresidenan suaminya, Bill Clinton. Hillary akan mendapat legalitas penuh setelah kegagalan terbesar AS melindungi perang di Gaza, dan pembelaannya kepada Israel. Ditambah dia harus berurusan secara cepat dengan Iran, Korea Utara, China, Pakistan, Rusia dan lainnya.
Namun, melihat sepak terjang Hillary sewaktu menjabat Komite Senat Hubungan Luar Negeri, tidak akan mengherankan, jika kemudian ia akan menjelma menjadi perpanjangan tangan Obama. Terlebih lagi, Senator John Kerry, yang menginginkan jabatan Hillary, akan memainkan peranan penting dalam orientasi kebijakan luar negeri AS. Dan kerjasama tiga orang orang ini-Hillary, Obama, dan Kerry-akan menjadi trade mark kebijakan luar negeri AS dalam delapan tahun ke depan.
Sepanjang kampanye pemilihan, Hillary selalu berdiri di samping Obama. Kepada Obama, jauh-jauh hari, ia sudah mengangkat wacana agar AS menghancurkan Iran, jika negara Arab bermadzab Syiah itu menyerang Israel. Dan, gayung bersambut, Obama memang menyuruh Hillary memfokuskan pada Iran. Mungkin setelah ini, kita akan melihat daftar panjang “teroris” yang dikumpulkan oleh Hillary, melengkapi Hamas dan Hizbullah. Kemudian, AS sudah menurunkan 30.000 pasukannya ke Afghanistan-dua kali lipat yang ada sekarang ini. Iran dituding tengah menyiapkan senjata nuklir yang akan diarahkan kepada Israel.
Timur Tengah tak akan ada perubahan yang signifikan, dan kebijakan luar negeri AS, tak akan berubah secara fundamental, dan masih tetap akan berdiri tegak dibelakang Israel, dan Obama, ketika berkuknjung ke Israel, sebelum terpilih sebagai presiden, sudah lantang menyebut Hamas sebagai ‘teroris’, yang harus dibasmi. Didalam kaitannya dengan Hamas, Obama dan Israel, sama tidak ada perbedaan sedikitpun. Karena, dikalangan pemimpin Israel dan rakyatnya sudah menjadi mutlak terhadap Hamas, dan bhkan sudah menjadi ‘credo’ (aqidah) dikalangan Yahudi,bahwa Hamas itu teroris. Apalagi, Obama yang sudah berkunjung ke Sderot dan Tembok Ratapan, dan tidak mungkin bakal mengubah pandangan terhadap Timur Tengah dan Palestina. Obama masih akan berkukuh berdiri dibelakang rejim Zionis-Israel, yang tangannya sudah penuh dengan darah.
Dengan konstalasi seperti ini, tak ada yang bisa diharapkan lebih lanjut dari AS. Pilihan Obama mengangkat tokoh Yahudi menjadi penasehat khususnya untuk urusan Timur Tengah, seperti Dennis Ross, Martin Indyk, Daniel Krtzer dan Aaron Miller, yang sangat pro-Israel, hanyalah menggambarkan sosok pandangan Obama terhadap wilayah konflik di Timur Tengah saat sekarang ini.
Tokoh-tokoh Yahudi yang dipilih Obama, sudah pasti menjadi ‘proxy’ (tangan) bagi Israel, khususnya dalam melaksanakan kepentingan rejim Zionis-Israel, dan tidak mungkin mereka ini dapat bertindak adil. Pandangan-pandangan tokoh-tokoh Yahudi yang dipilih Obama sebagai penasehatnya untuk Urusan Timur Tengah, adalah orang-orang lama, yang pernah duduk dipemerintahan sebelumnya, termasuk dalam pemerintahan Presiden Bush, dan tidak menghasilkan apa-apa.
Dan, sekarang mereka diangkat kembali oleh Obama. Kita pernah merasakan begitu pahitnya pemerintah Bush, dan kita akan merasakan yang lebih pahit lagi di era rejim Obama. Bersiap-siaplah menghadapi Obama.
el-Khazen/dah