Ratusan jamaah haji kembali menjadi korban akibat berdesak-desakan saat melempat jumrah hari terakhir di lokasi Jamarat, Mina, Kamis (12/1) kemarin. "Sejauh ini, jumlah korban tewas mencapai 345 orang dan yang dirawat di rumah sakit 289 orang," ujar Hamad bin Abdullah al-Manei, menteri kesehatan Arab Saudi.
Menurutnya, tragedi itu terjadi akibat jamaah yang tidak mematuhi aturan dan barang-barang yang mereka bawa. "Hari ini (Kamis, 12/1) tidak lama setelah matahari terbenam, terjadi desak-desakan jamaah haji yang sangat besar yang menyebabkan mereka tewas atau terluka," sambungnya.
Sementara itu, sumber di rumah sakit umum Mina pada AFP mengungkapkan bahwa jumlah korban luka mencapai 600 orang.
Seorang saksi mata yang mengaku bernama Said pada stasiun televisi Aljazeera mengatakan, desak-desakan antar jamaah mulai terjadi di pintu masuk sebelah utara di jembatan yang menuju lokasi Jamarat.
"Sangat sulit untuk mencapai lokasi lempar jumrah yang pertama dan saya melihat tubuh-tubuh manusia tergeletak di tanah. Aparat kepolisian membuat lingkaran di sekitar lokasi untuk menolong para jamaah keluar," papar Saeed.
Seorang jamaah asal Mesir pada AFP mengungkapkan, ia melihat para jamaah jatuh dan terinjak-injak jamaah lainnya. "Saya tidak tahu berapa banyak orang meninggal, tapi saya lihat jumlahnya puluhan," katanya.
Lempar jumrah merupakan ritual ibadah haji yang beresiko tinggi. Jamaah haji yang jumlahnya jutaan itu menuju ke lokasi lempar jumrah yang relatif sempit, karena setiap jamaah harus mendekat ke bibir pembatas untuk memastikan batu yang mereka lempar tepat mengenai pilar yang diandaikan sebagai setan.
Peristiwa desak-desakan yang memakan korban jiwa di lokasi Jumarat hampir terjadi tiap kali pelaksanaan haji. Pada tahun 2004 lalu, sekitar 251 jamaah tewas akibat para jamaah yang panik saat melempar jumrah. Pada tahun 2003, 14 orang tewas, 6 di antaranya wanita. Pada tahun 2001 korban tewas 35 orang dan tahun 1998, 118 jamaah haji tewas serta lebih dari 180 orang mengalami luka-luka saat lempar jumrah di Mina.
Tragedi paling memilukan dalam sejarah ibadah haji terjadi pada bulan Juli 1990, di mana 1.426 jamaah haji meninggal dunia akibat berdesak-desakan di terowongan Mina.
Dua Jamaah Indonesia Tewas
Sementara itu, tim info haji Departemen Agama melaporkan, hingga Jumat (13/1) pukul 03.00 WAS atau pukul 07.00 WIB, sebanyak 358 jamaah haji dari berbagai negara dipastikan tewas dalam tragedi Jamarat, Mina, yang terjadi pada Kamis (12/1) sore WAS dan dua di antaranya diidentifikasi berasal dari Indonesia.
"Berdasarkan peninjauan langsung ke rumah sakit, dua jamaah dipastikan dari Indonesia menjadi korban tragedi Jamarat, satu laki-laki dan satu wanita," kata Kepala Informasi dan Komunikasi Satuan Operasional (Satops) Arafah-Mina, Fatwa Suratnoko, yang dihubungi di Mina, Jumat dinihari WAS.
Satu jamaah haji Indonesia teridentifikasi asal Lampung dari kloter 40 Jakarta-Bekasi bernama Satimin bin Ngadiyorejo (67), jamaah haji asal Tanggamus, Lampung. Sedangkan satu lainnya adalah wanita bernama Rospita Ali Munsir (40). Almarhumah adalah isteri dari Rizal, seorang WNI yang bekerja sebagai staf Konjen Brunei Darussalam di Jeddah.
Fatwa mengatakan, pihak Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) yang tergabung dalam Satops Armina terus melakukan pemantauan langsung di rumah sakit yang menjadi tempat penampungan jenazah.
"Selain memantau jamaah wafat, sekarangi ini kita juga terus memantau jamaah haji Indonesia yang mengalami luka-luka di rumah sakit," katanya.
Menurut Fatwa, korban meninggal dunia akibat tragedi Jamarat yang sudah berhasil diidentifikasi mencapai 358 jenazah yang terdiri dari 153 wanita dan 205 pria.
Kebanyakan jamaah yang meninggal berasal dari Pakistan, India, Turki dan Afrika.
Sementara itu, Rizal yang isterinya menjadi korban mengatakan, Kamis (12/1) sekitar pukul 15.30 WAS, dirinya bersama isteri (almarhum Rospita) dan ibunya berada di tengah keramaian orang yang melakukan jumrah.
"Ketika orang ramai berdesakan mau melontar jumrah, kami terbawa arus menuju ke atas jembatan jamarat. Di depan saya lihat sudah banyak orang jatuh duluan, saya pun jatuh menimpa tumpukan orang-orang sehingga jadi ada dua lapis manusia yang terinjak-injak. Polisi tiga kali menyetop tidak bisa. Untuk maju ke depan tidak bisa karena sudah banyak mayat bergelimpangan," kata Rizal yang bekerja sebagai staf lokal Konjen Brunei Darussalam di Jeddah.
Ia menuturkan, saat itu dirinya terpisah dari isterinya namun berhasil menyelamatkan ibunya. Akhirnya, isterinya ia temukan sudah meninggal dunia.
"Saya sudah kenali, itu (jenazah) memang isteri saya, saya buka gelangnya, cincinnya belum sempat, tetapi oleh polisi sudah langsung dibawa. Dia (almarhumah) memakai baju merah dan hitam," kata Rizal yang ditemui di RS At Tawari Mu’aisim, Mina, dengan mata berkaca-kaca menahan haru. (ln/iol/infohaji-Depag)