Tindakan represif rezim Mubarak kembali ditujukan ke para aktifis Jamaah Ikhwanul Muslimin. Mereka menangkap sedikitnya 18 petinggi Ikhwan di Provinsi Asy-Syarqiyyah, Delta Nil, Mesir.
Menurut keterangan pihak Ikhwan, rekan-rekan mereka ditangkapi pada Kamis (15/3) karena menolak amandemen undang-undang.
Aktifis Ikhwan yang ditangkap itu mayoritas berprofesi sebagai dokter dan pengajar. Mereka ditangkap dengan cara digerebek di rumah-rumah di berbagai kota dan pusat-pusat kantor Ikhwan yang tersebar di Provinsi Asy-Syarqiyyah. Adapun daftar nama-nama yang ditangkap antara lain Muhammad Syatir Khalil (dosen Fisika), dr. Ahmad Hamdi, dan dr. Abdu Zaid Abdu Asy-Syafi.
Namun aparat keamanan gagal menangkap Muhammad Ahmad Jasir dan Dr. Farid Ismail (anggota parlemen). Keduanya diketahui tidak berada di rumahnya saat aparat melakukan penggeledehan. Akhirnya aparat hanya menyita sejumlah dokumen dan komputer untuk kepentingan penyidikan.
Pada Selasa (13/3) lalu aparat rezim Mesir juga melakukan penangkapan terhadap 17 anggota Ikhwan, sehari setelah anggota Maktab Isryad Ikhwan Dr. Mahmud Ghazlan ditangkap aparat.
Terkait gelombang penenangkapan itu, Juru Bicara Ikhwan menjelaskan, "Semua ini akibat amandemen undang-undang. Seperti diketahui bahwa pada Senin (12/3) Jamaah Ikhwan bersama dengan partai-partai dan kelompok-kelompok oposisi sepakat untuk menolak amandemen undang-undang seperti yang diusulkan Husni Mubarak pada Desember tahun lalu.
Pihak Ikhwan berpendapat, amandemen itu akan mengurangi peran para hakim dalam mengawasi pemilu, dan akan ada pasal yang akan memberikan wewenang kepada kepolisian untuk menangkap siapapun terkait pemberantasan teroris, serta akan memberikan kewenangan kepada penguasa untuk menyadap semua pembicaraan telepon.
Para analis menilai bahwa, amandemen yang akan diajukan ke parlemen dalam waktu dekat itu jelas-jelas akan sangat merugikan Jamaah Ikhwan. Pasalnya, sambung mereka, dengan amandemen itu maka segala aktifitas politik atas dasar agama akan dilarang.(ilyas/ikhol/iol)