Tokoh spiritual Syiah Irak, Ayatullah Imam Husain Moayed mengkritik proposal politik Iran terhadap dunia Islam. Menurut Moayed, “Itu bukan proposal Islam dan bukan proposal Syiah, tapi proyek sektarian.” Dari poin tersebut, Moayed bahkan menegaskan Iran bukanlah partner yang baik untuk mendekatkan antar mazhab Islam.
Dalam forum dialog internet yang diselenggarakan Islamonline, hari Ahad (10/12), Moayed mengatakan, “Politik luar negeri Iran dibuat untuk kepentingan dan kemaslahatan Iran, bukan kepentingan dan kemaslahatan umat Islam secara umum. Karena itulah, perencanaan yang dibuat Iran di wilayah Arab tidak mungkin mencapai kesepakatan karena itu adalah proyek sektarian.”
Bukan hanya itu, Moayed bahkan mengatakan bahwa dalam proyek politik luar negeri Iran juga mencakup kemaslahatan AS pada poin-poin strategis yang sesuai dengan kepentingan Iran. “Itulah sebabnya kini pintu Irak sudah terbuka untuk keterlibatan Iran,” ujar Moayed.
Hingga kini, menurut Moayed, kekuatan politik dukungan Iran masih bercokol kuat di Irak dan mempunyai banyak kesepakatan dengan AS. Saat ini, Iran tengah melakukan sejumlah dialog dengan orang-orang AS guna menambah kesepakatan AS-Iran. “Ini bukan untuk kepentingan Arab atau rakyat Irak,” tandasnya.
Tentang kemungkinan peran yang dilakukan Iran dalam jangka pendek untuk mendekatkan mazhab Islam, menurut Moayed, sistem yang dirancang Iran saat ini mempunyai target memperluas kekuatan Iran, bukan real untuk mendekatkan madzhab Islam. “Iran melakukan upaya pendekatan mazhab dengan motif politis,” ujarnya.
Masih dalam pandangan Moayed, apa yang dilakukan Iran secara lahir efektif mendekatkan mazhab di dalam negeri Iran sendiri, pada prakteknya Iran ingin melakukan penetrasi ke dalam basis pendukung Sunni. Moayed menghimbau Iran untuk benar-benar mewujudkan upaya pendekatan mazhab Islam. “Iran bukan mewakili partner positif dalam langkah pendekatan di antara mazhab Islam,” katanya.
Soal latar belakang kemunculan kekerasan di Irak, Moayed menyebutkan empat masalah yang menjadi sebabnya. Yakni, intelejen internasional dengan target tertentu, kekuatan politik internal Irak yang juga ingin meraih kemaslahatannya dari situasi chaos, kekuatan ekstrim yang ada di bawah Syiah maupun Sunni di mana mereka bergerak dengan pikiran menyimpang dan memerangi semua kelompok. Dan terakhir, kelompok-kelompok yang menghendaki kepentingan ekonomi untuk kepentingan sendiri dari kekerasan yang ada.
Soal keterlibatan tentara asing juga menjadi sorotan Moayed. Karenanya, ia mengusulkan agar setiap referensi agama di Nejef dan Irak memberi pengajaran dan fatwa bagi rakyat Irak, untuk menggantungkan tulisan di depan rumah mereka yang berbunyi, “Tidak untuk penjajah”. Tulisan itu dimaksudkan agar meluruskan pandangan tentang pentingnya melakukan perlawanan terhadap penjajah. (na-str/iol)