Tim Kuartet Berperan Atas Makin Buruknya Krisis Kemanusiaan di Ghaza

Alih-alih menjadi mediator perdamaian Palestina-Israel, tim kwartet yang terdiri dari PBB, Uni Eropa, AS dan Rusia, malah membuat situasi dan kondisi warga Jalur Ghaza makin menderita.

Enam organisasi bantuan asal Inggris menyatakan, kelemahan tim kuartet menghadapi Israel yang telah melakukan blokade sosial dan ekonomi terhadap 1, 6 juta warga Jalur Ghaza, membuat warga Ghaza mengalami krisis kemanusiaan dan ekonomi yang makin parah.

Barbara Stocking, direktur Oxfam-salah satu organisasi bantuan dari Inggris-mengatakan, pengaruh yang dimiliki AS dan Uni Eropa seharusnya bisa mencegah terjadi krisis kemanusiaan di Jalur Ghaza. "Mereka harus memaksa Israel agar melonggarkan blokadenya terhadap Jalur Ghaza, " tukas Stocking.

Sejak Hamas mengambil alih kontrol wilayah Ghaza, Israel menutup semua perbatasan di Jalur Ghaza, sehingga bantua makanan dan bahan bakar dari luar tidak bisa masuk ke wilayah Ghaza.

Israel juga menghentikan pasokan bahan bakar ke Ghaza, sehingga warga Ghaza kini hidup tanpa energi listrik karena pembangkit listrik mereka tidak bisa lagi beroperasi. Begitu juga kendaraan-kendaraan milik organisasi bantuan internasional, tidak bisa digunakan karena tidak adanya bahan bakar.

"Kami membutuhkan bahan bakar, Israel sudah lebih dari sembilan bulan menahan semua bantuan kemanusiaan dan peralatan yang sangat dibutuhkan untuk meringankan penderitaan warga Ghaza, " ungkap Stocking.

Keluhan serupa juga disampaikan badan bantuan PBB yang mengingatkan bahwa warga Ghaza terancam kelaparan total akibat blokade kejam yang dilakukan rejim Zionis.

"Sekarang ini, kelaparan sudah makin meluas di Ghaza, dan tidak lama lagi kita akan menghadapi persoalan kekurangan gizi di Ghaza, " ujar Kirstie Campbell dari World Food Program pada surat kabar Inggris, Independent.

World Food Program, Food and Agriculture Organization dan badan bantuan PBB untu pengungsi Palestina-UNRWA telah membuat laporan tentang kristisnya situasi kemanusiaan di Ghaza, dan perlu segera mendapat perhatian dunia internasional.

Laporan tersebut belum dipublikasikan untuk umum, namun Islamonline menyebutkan isi laporan tersebut antara lain mengatakan bahwa makin banyak warga Ghaza yang membeli makanan murah berkualitas rendah serta mengurangi konsumsi buah segar, sayuran dan daging. Warga Ghaza juga makin banyak yang mengurangi porsi makan mereka, karena ingin berhemat.

Laporan itu juga menyebutkan bahwa 70 persen warga Ghaza kini hidup dalam kondisi "sangat miskin" karena pendapatan mereka per hari kurang atau hanya 1, 20 dollar saja.

Tapi, akibat blokade Israel, sejumlah organisasi bantuan internasional tak berdaya untuk menyalurkan bantuan bagi warga Ghaza. "Saat in, kami makin sulit untuk memberikan bantuan yang makin mereka butuhkan, " keluh Campbel dari WFP. (ln/iol)