Kelompok pemantau hak asasi manusia dan pejabat pemerintahan sejumlah negara, kembali mendesak AS agar segera menutup kamp tahanan Guantanamo, menyusul kasus bunuh diri tiga tahanan hari Sabtu (10/6).
Amnesty Internasional (AI) mendesak AS untuk segera mengakhiri ‘ketiadaan hukum’ di penjara Guantanamo yang sampai saat ini masih menahan sekitar 460 orang itu. AI menyatakan, kematian tiga orang tahanan akibat bunuh diri merupakan tragedi lain dari kekezaman di kamp penjara tersebut.
Desakan agar AS segera menutup kamp penjara Guantanamo juga datang dari PM Denmark Anders Fogh Rasmussen. Ia mengatakan penahan terhadap ratusan orang di kamp penjara tersebut sudah melampaui hukum yang paling mendasar.
"Saya pikir akan menguntungkan bagi kita dan bagi perjuangan kita terhadap kebebasan serta perang melawan terorisme, jika fasilitas-fasilitas di Guantanamo di tutup," kata Rasmussen pada jaringan televisi CNN.
Sementara Harriet Harman, seorang menteri senior Inggris, mempertanyakan legitimasi keberadaan kamp penjara Guantanamo.
"Kalau keberadaannya legal dan tidak ada yang salah di sana, mengapa mereka tidak membangunnya di Amerika saja," kata Harman pada BBC.
Tiga tahanan kamp penjara Guantanamo yang melakukan bunuh diri itu adalah dua warga Arab Saudi dan seorang warga Yaman. Mereka bunuh diri dengan menggunakan kain sprei dan pakaian yang dipilin menjadi berbentuk tali.
Mereka adalah Ali Abdulah Ahmad, 28, asal Yaman yang dicurigai sebagai anggota tim operasi Al-Qaidah. Ahmad pernah ikut melakukan aksi mogok makan bersama tahanan Guantanamo lainnya pada akhir tahun 2005 sampai bulan Mei. Yang kedua adalah Mani Shaman Turki al-Habardi al-Utaybi, anggota kelompok terlarang di Arab Saudi, dan yang ketiga adalah Yasir Talal al-Zahrani yang dicurigai sebagai pejuang ‘garis depan’ Taliban yang membantu penyelundupan senjata untuk menyerang AS dan pasukan koalisinya di Afghanistan.
Akan Dibebaskan
Menurut Mark Denbeaux yang mewakili sejumlah tahanan warga negara asing pada BBC mengatakan salah satu tahanan yang bunuh diri itu akan dibebaskan bersama 141 orang tahanan lainnya.
Ia tidak memberitahukan rencana pembebasan itu karena pihak AS belum memutuskan, ke negara mana tahanan tersebut akan dikirim.
Menurut Profesor Denbeaux, para tahanan di kamp penjara Guantanamo sebagian besar sudah merasa putus asa. "Mereka diberitahu akan bebas ketika usia mereka sudah mencapai 50 tahun. Mereka tidak dipekenankan menjalani proses hukum, mereka tidak punya kesempatan untuk bebas," ujar Denbeaux.
Seorang komandan di kamp Guantanamo, laksamana Harry Harris menyebut tindakan bunuh diri para tahanan itu sebagai perlawanan ‘perang.’
"Mereka pandai, kreatif dan mereka punya komitmen," kata Harris mengomentari salah seorang tahanan yang bunuh diri.
"Mereka tidak adanya gunanya hidup baik untuk kita atau bagi diri mereka sendiri… Saya meyakini ini bukan sikap putus asa, tapi merupakan tindakan perlawanan yang mereka lakukan pada kita." sambungnya.
Namun menurut Shafiq Rasul, warga Inggris yang pernah menjadi tahanan Guantanamo dan dibebaskan pada Maret 2004 lalu pada Sky News mengatakan, ia kerap menyaksikan upaya bunuh diri yang dilakukan para tahanan yang sudah merasa tidak tahan.
"Ada beberapa tahanan yang merasa apa yang dialaminya sudah cukup, mereka tidak kuat lagi dan mulai gila, serta melakukan upaya bunuh diri," tuturnya.
Sejak AS memusatkan tahanan para tersangka terorisme ke kamp penjara Guantanamo pada Januari 2002, setidaknya ada 41 kasus upaya bunuh diri yang dilakukan oleh 25 tahanan. Sebagian besar tahanan adalah mereka yang tertangkap saat AS menumbangkan rejim Taliban di Afghanistan pada 2001. (ln/aljz/bbc)