Operasi keamanan besar-besaran yang dilakukan pasukan gabungan AS dan Irak di Bahgdad, ternyata tidak menjamin keamanan kota itu. Hari Minggu, tiga bom mengguncang Baghdad, menewaskan 63 orang dan melukai lebih dari 139 orang lainnya.
Ledakan terjadi di sebuah kawasan yang didominasi Muslimin Syiah di ibukota Irak dan terjadi hanya dua hari setelah PM Irak Nuri al-Maliki mengatakan bahwa operasi keamanan besar-besaran dan penegakkan hukum di kota Baghdad "brilian dan sukses" karena berhasil mengurangi tindak kekerasan di kota tersebut.
Aparat kepolisian Irak mengungkapkan, dua ledakan pertama terjadi di sebuah pusat perbelanjaan New Baghdad sebelah timur Baghdad. Ledakan di tempat ini menewaskan 62 orang dan melukai 129 orang.
Tak lama setelah itu, sebuah bom mobil yang diduga bom bunuh diri diarahkan ke sebuah pos polisi di kota Sard, basis kelompok pejuang Laskar Mahdi pimpinan Muqtada al-Sadr. Bom mobil tersebut menewaskan satu orang dan sepuluh orang lainnya luka-luka.
PM Irak Nuri al-Maliki mengutuk aksi ledakan bom tersebut. Dalam pernyataannya, al-Maliki mengatakan, para pelakunya merasa frutasi atas operasi keamanan yang digelar untuk memberangus aksi-aksi terorisme.
Tiga ledakan yang mengguncang Baghdad ironis, karena beberapa jam sebelumnya, salah seorang petinggi militer Irak, Letnan Jenderal Abboud Qanbar baru saja mengajak sejumlah wartawan berkeliling dekat pusat perbelanjaan tersebut dan berjanji akan mengusir apa yang disebutnya teroris keluar dari Baghdad.
Aksi-aksi kekerasan belum berhenti di Irak. Sepanjang Sabtu kemarin terjadi sejumlah insiden yang di antaranya menewaskan dua tentara AS. Kedua tentara itu tewas akibat ledakan granat dan tembakan yang terjadi di utara Baghdad.
Polisi Irak juga melaporkan menemukan lima mayat di kota Baghdad, setelah sebelumnya melaporkan mayat yang mereka temukan berjumlah 40 sampai 50 mayat.
Pada hari Minggu (18/2), Irak membuka kembali perbatasannya dengan Iran dan Suriah yang sebelumnya ditutup. Truk-truk dan kendaraan lainnya mulai masuk melalui perbatasan Shalamachen, perbatasan antara Iran dan wilayah Irak utara.
Pada hari yang sama, Wakil Presiden Irak yang juga tokoh Partai Islam Sunni, Tariq al-Hashemi menyampaikan desakaannya pada militer AS agar menetapkan Laskar Mahdi sebagai kelompok teroris. Oleh Hashemi, kelompok itu dinilai sebagai ancaman besar bagi keamanan Irak,
Hashemi juga menyalahkan negara-negara Arab yang dianggapnya gagal dalam upaya membantu mengatasi krisis di Irak.
Sementara itu, secara resmi pemerintah Iran membantah pernyataan AS dan pemerintah Irak, yang mengatakan bahwa pemimpin Laskar Mahdi, Muqtada al-Sadr kini berada di Iran. (ln/aljz)