Kematian seolah sedemikian dekatnya bagi rakyat Irak. Tak ada satu hari pun yang terlewat tanpa kematian di Irak. Sepanjang satu hari kemarin, di Baghdad, aparat keamanan Irak menemukan 60 mayat yang diduga korban kekerasan sektarian. Sementara 28 orang lainnya dilaporkan tewas di berbagai penjuru negara yang tercabik perang itu.
Keenampuluh mayat tersebut, 65 di antaranya di temukan di wilayah Karkh, sebelah barat kota Baghdad dan lima lainnya ditemukan di wilayah Rusafa di sebelah timur. Aparat keamanan mengatakan, banyak di antara korban ditemukan dalam posisi tangan diborgol, terdapat tanda-tanda penyiksaan dan tembakan di bagian kepala.
Tiga mayat tanpa kepala bahkan ditemukan di kawasan al-Hurriyah, salah satu wilayah yang kerap terjadi kekerasan sektarian.
Selain pembunuhan, aksi-aksi teror juga melanda rakyat Irak. Masih menurut aparat keamanan Irak, di daerah barat laut wilayah Jihad sekelompok orang bersenjata menyerbu sebuah rumah dan membunuh lima laki-laki Syiah dalam rumah itu, salah seorang di antaranya anggota polisi. Sementara kaum perempuan dalam rumah itu tidak dilukai.
Kejadian serupa juga menimpa sebuah keluarga Syiah di kawasan yang sama. Seorang laki-laki dan tiga anak lelakinya dibunuh.
Menurut aparat keamanan Irak, dua keluarga itu tidak punya hubungan dan belum diketahui apakah serangan dilakukan oleh kelompok yang sama. Aparat keamanan mencurigai serangan tersebut dilakukan oleh kelompok Sunni.
Sementara itu di kawasan Al-Amil terjadi bentrokan antar milisi Syiah dan suku Janabi Sunni. Bentrokan itu menewaskan lima orang dan melukai enam lainnya. Kawasan Al-Amil kini dijaga oleh polisi Irak.
Aksi-aksi kekerasan sepanjang hari Minggu kemarin juga terjadi di sejumlah wilayah Irak seperti di propinsi Baquba menyebabkan tujuh orang tewas, di kawasan Abu Saida dua anak-anak tewas, di Ramadi seorang profesor dan mahasiswa tewas dalam sebuah serangan di jalan, di Diyala sembilan orang tewas, di Tikrit dan Kirkuk masing-masing satu orang tewas.
Entah sampai kapan kekerasan yang diyakini sebagai kekerasan sektarian ini terjadi. Yang jelas, pasukan AS di Irak seolah tidak bisa berbuat apa-apa, tidak sanggup atau sengaja membiarkan kekerasan itu terjadi. Dalam sejarah Irak, meski kelompok Sunni dan Syiah di negeri itu kadang berseteru, tapi tidak pernah menimbulkan aksi saling bunuh. Hal semacam ini baru terjadi setelah invasi AS ke negeri 1001 malam itu.
Presiden Irak Tolak Rekomendasi ISG
Sementara itu Presiden Irak Jalal Talabani menyatakan menolak rekomendasi Kelompok Studi Irak dan mengatakan rekomendasi itu berbahaya dan melecehkan rakyat Irak.
"Saya pikir laporan Baker-Hamilton tidak fair dan tidak adil. Isinya sangat berbahaya dan merongrong kedaulatan Irak serta konsitusi Irak. Saya melihat laporan itu sebagai bentuk pelecehan terhadapan rakyat Irak," kata Talabani.
"Laporan itu menyatakan bahwa mereka akan menempatkan pejabat-pejabat asing dalam setiap unit, ini pelanggaran terhadap kedaulatan Irak. Apalagi yang tersisa dari kedaulatan kami," tegasnya lagi.
Talabani menambahkan, mentalitas laporan Kelompok Studi Irak itu telah menempatkan Irak sebagai sebuah koloni di mana mereka yang menentukan kebijakan dan mengabaikan kemerdekaan rakyat Irak. (ln/aljz)