Eramuslim.com – Kolumnis Observer dan The Guardian, Nick Cohen, memberikan pandangannya tentang mengapa negara-negara Muslim tetap diam di saat China memperlakukan komunitas Uighur, yang sebagian besar Muslim, dengan kejam?
Dia menyebut, bangsa-bangsa yang mengklaim menjadi pembela agama justru tidak menunjukkan protes atas kamp-kamp konsentrasi yang dibangun pemerintah China untuk menahan jutaan warga Uighur.
Ketika china memberlakukan sanksi perdagangan terhadap Norwegia pada 2010 karena memberikan penghargaan kepada aktivis hak asasi manusia Liu Xiaobo, para propagandis untuk sebuah rezim komunis atheis kala itu melontarkan ‘itu penistaan’.
Hubungan China dan Norwegia sempat memburuk ketika pembangkang pro-demokrasi yang dipenjara, Lio Xiaobo, dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian pada 2010. Ketua dari Komite Nobel Norwegia, Berit Reiss, kala itu memberikan dukungannya terhadap Liu Xiaobo dan menuduh rezim komunis Tiongkok atas kematiannya. Suatu kali, penistaan kemudian merujuk pada pelecehan para penganut agama (tuhan) dan kitab-kitab suci. Kini, Nick Cohen dalam opininya yang diterbitkan di The Guardian, menyebut bahwa kritik terhadap kediktatoran terbesar di dunia telah menjadi suatu bentuk asusila (melanggar kesucian).
Cohen mengatakan, pada 1990-an dan 2000-an, kesenjangan antara yang sakral dan duniawi tidak pernah seluas yang diyakini para sentimentalis religius dan multikulturalis liberal. Mereka sepakat dengan argumen bahwa rasisme paling buruk menyinggung para penganut agama.