Pengadilan AS menjatuhkan hukuman 57 bulan penjara dan deportasi terhadap Profesor Sami Al-Arian, warga AS keturunan Arab yang pernah mengajar di University of South Florida, atas tuduhan membantu kelompok pejuang Palestina Jihad Islam yang oleh pemerintah AS dimasukkan dalam daftar kelompok teroris.
Namun dalam pernyataannya sebagai terdakwa, Al-Arian menyatakan menerima vonis tersebut karena ia ingin mengakhiri penderitaan keluarganya. Padahal, dalam persidangan yang berlangsung selama enam bulan pada tahun 2004 lalu dalam kasus dugaan keterlibatannya dengan delapan organisasi ‘terorisme’ lainnya, seorang juri persidangan tidak menemukan kesalahan Al-Arian. Namun dalam persidangan bulan April kemarin, ia dinyatakan bersalah berdasarkan kesepakatan di mana ia harus mengakui telah memberikan dukungan kepada para anggota Jihad Islam di era 1980-an dan 1990-an, demikian laporan yang diturunkan Washington Post, Selasa (2/5).
"Secara esensial, pihak jaksa penuntut federal telah memicu pelatuk dan menembakkan pelurunya dan tembakan mereka terhadap Dr. Al-Arian meleset," kata pengacara Al-Arian, Linda Moreno pada para wartawan usai persidangan.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Departemen Kehakiman AS disebutkan bahwa dalam pernyataannya pada April lalu, Al-Arian telah mengakui bahwa dirinya membantu Jihad Islam, membantu para anggotanya yang berimigrasi dan menyembunyikan identitas mereka yang terkait dengan Jihad Islam.
Dan dalam pembacaan vonis kemarin, hakim distrik AS James Moody menyebut Al-Arian sebagai ‘otak penipuan’ dan ‘pemimpin’ Jihad Islam Palestina.
Demi Keluarga
Al-Arian berasal dari keluarga pengungsi Palestina, ia sendiri lahir di Kuwait, dibesarkan di Mesir dan sudah tinggal di AS selama lebih dari 30 tahun.
Tim pengacara Al-Arian selama persidangan berargumentasi bahwa pemerintah tidak punya bukti bahwa kliennya merencanakan atau mengetahui secara spesifik aksi-aksi kekerasan seperti yang dituduhkan. Mereka menyatakan, uang yang dikumpulkan oleh kliennya itu disalurkan untuk lembaga sosial yang resmi.
Al-Arian sendiri menolak tudingan bahwa dirinya membantu aksi kekerasan dan tuduhan bahwa dirinya sudah diperlakukan dengan tidak layak karena pandangan-pandangannya yang terbuka tentan konflik Israel-Palestina.
"Saya menjadi seorang tahanan karena histeria yang melanda negeri ini setelah tragedi 11 September," katanya pada bulan Desember lalu setelah melalui enam bulan persidangan.
Ia juga menegaskan bahwa keterlibatannya dalam organisasi World and Islam Studies Enterprise serta Islamic Committee for Palestine semata-mata hanya untuk mendukung keadilan bagi rakyat Palestina.
"Saya tidak mendukung bom-bom bunuh diri. Saya tidak mendukung aksi kekerasan dengan target masyarakat sipil dari bangsa, latar belakang dan agama apapun. Saya sangat menentang itu semua," tegasnya.
Sementara itu keluarga Al-Arian pada Washington Post mengatakan, Al-Arian mau menerima kesepakatan untuk mengakui bahwa dirinya bersalah, karena ia mengakhiri penderitaan keluarganya. (ln/iol)