Militer AS mengakui jumlah tentaranya yang mangkir atau menolak ditugaskan ke Irak meningkat tajam. Serangan-serangan berdarah dan serangan bom dengan target pasukan AS yang terjadi hampir setiap hari, telah membuat mental pasukan AS jatuh dan membuat mereka ketakutan.
Juru bicara militer AS Anne D. Edgecomb pada surat kabar New York Times menyatakan, "Bangsa ini sedang dalam perang dan angkatan bersenjata akan lebih serius dalam menangani kasus-kasus desersi. "
"Pimpinan angkatan bersenjata akan mengambil langkah apapun yang mereka yakini tepat, jika mereka melihat kecenderungan meningkatnya trend desersi, untuk menjaga kesehatan pasukan, " sambung Edgecomb.
Menurut catatan kemiliteran AS, jumlah tuntutan atas kasus desersi atau mangkir dari misi sebuah unit pasukan, meningkat dua kali lipat pada tahun ini. Jika tahun sebelumnya hanya 180 kasus, tahun 2007 meningkat menjadi 390 kasus. Hukuman atas kasus-kasus tersebut, mulai dari pemecatan sampai sanksi hukuman penjara, baik bagi tentara yunior maupun veteran.
Masih menurut catatan militer AS, jumlah tentara yang diseret ke pengadilan militer karena disersi atau mangkir, terus meningkat sejak tahun 2002 dibandingkan dengan periode tahun 1997 dan tahun 2001 yang hanya 2 persen saja.
Pada tahun 2004, diperkirakan ada 2. 357 tentara yang disersi. Sedangkan tahun 2006 meningkat menjadi 3. 196 tentara. Tahun 2007, jumlah tentara AS yang desersi bertambah menjadi 3. 484 tentara.
Para ahli psikiatri mengatakan, aksi-aksi kekerasan dan perlawanan kuat dari para pejuang Irak, telah membuat banyak tentara AS takut. Bahkan, saking takutnya dikirim ke Irak, ada tentara yang sengaja membuat cacat dirinya sendiri.
"Ada seorang tentara yang sengaja memotong jari tangannya dengan kapak agar dirinya tidak dikirim ke Irak, " kata Dr Thomas Grieger, seorang psikiatri senior di dinas angkatan laut AS, menyebut kasus yang dialami seorang personil militer AS di basis militer Alaska tahun 2006 lalu.
Masalah gangguan mental, menjadi masalah pelik yang dihadapi militer AS, selain masalah desersi. Para dokter militer dan sejumlah tentara mengatakan, trauma dari pengalaman tempur di lapangan menjadi salah satu pendorong para tentara untuk menolak atau menghindar dari penugasan di Irak.
"Ini akan mulai mengacaukan pikiran, " kata James, 26, anggota paramiliter yang sudah dua kali ke Irak. Ia kini sedang menjalani proses pengadilan militer karena disersi akibat trauma dan gangguan mental serta kecanduan alkohol.
Sebuah penelitian yang pernah dilakukan AS, memang menunjukkan bahwa paskan yang baru kembali dari Irak, lebih sering melakukan konsultasi atas kesehatan mental dan problem psikologisnya, dibandingkan dengan pasukan yang baru pulang dari medan perang di Afghanistan dan daerah konflik lainnya.
Menurut studi itu, sepertiga pasukan AS yang kembali dari Irak memerlukan sedikitnya membutuhkan satu kali konsultasi gangguan kesehatan mental. Selain itu ditemukan bahwa satu dari lima tentara terdiagnosa mengalami problem trauma psikologis akibat pertempuran. (ln/iol)