Teknik penyiksaan yang dilakukan CIA terhadap para tersangka teroris sudah sedemikian sistematis dan ternyata melibatkan tenaga medis dan para pakar kesehatan di AS. Hal ini terungkap dalam laporan terbaru organisasi Physicians for Human Rights (PHR) yang dirilis Senin (31/8).
PHR dalam laporan itu menyebutkan, para tenaga kesehatan profesional di AS telah melanggar sumpah profesi mereka karena ikut terlibat dalam proses penyiksaan dalam bentuk mengembangkan jenis-jenis penyiksaan, penerapannya dan memberikan alasan untuk membenarkan teknik-teknik penyiksaan yang dilakukan terhadap para tersangka.
"Tenaga kesehatan profesional di pemerintahan federal dan tenaga psikolog yang disewa terlibat dalam mendisain dan memantau teknik-teknik interogasi yang membahayakan jiwa seseorang," demikan laporan PHR.
PHR, organisasi advokasi hak-hak kesehatan yang berbasis di AS ini mengecam keterlibatan tenaga-tenaga medis profesional itu. "Keterlibatan mereka dalam tindak penyiksaan jelas merupakan pelanggaran terhadap etika di bidang medis dan tidak ada bisa dibenarkan dari sisi keilmuan," tukas PHR.
PHR menegaskan, tindakan para dokter yang memantau dan mengukur efektivitas teknik penyiksaan yang dilakukan CIA sama saja dengan tindakan "menjadikan manusia sebagai kelinci percobaan" dan tindakan ini tidak dibenarkan dalam hukum medis.
PHR mendesak pemerintah AS untuk melakukan investigasi terhadap para tenaga medis yang terlibat dalam masalah ini dan memutuskan apakah mereka sudah melakukan "tindak kriminal dan tidak profesional" dalam menjalankan profesinya sebagai ahli kesehatan.
Laporan PHR menambah panjang bukti bahwa CIA sudah melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap para tersangka teroris. Hari Senin kemarin adalah batas waktu yang diberikan pengadilan bagi CIA untuk menyerahkan dokumen-dokumen seputar interogasi yang dilakukan pada para tersangka. Namun CIA berkelit bahwa sejumlah dokumen tetap harus dirahasiakan.
Seperti sudah terungkap, dalam teknik interogasinya para agen CIA melakukan berbagai teknik penyiksaan yang tidak manusiawi terhadap para tawanan, mulai dari kekerasan fisik sampai pelecehan baik verbal maupun non-verbal. (ln/prtv)