Ada-ada saja kelakuan agen intelejen federal AS. Mereka menyita rongsokan pesawat-pesawat jet tempur jenis F14 yang dipajang di museum-museum California, karena takut bagian-bagian pesawat itu dijual ke Iran. Padahal pesawat-pesawat tersebut sudah tidak bisa dipakai lagi.
Penyitaan itu makin menunjukkan ketakutan AS yang tak beralasan akibat kebijakannya sendiri terhadap Negara Republik Islam Iran. Meski AS sudah memamerkan kekuatannya dengan menempatkan dua kapal induknya di kawasan Teluk dan menuding pasukan Garda Revolusi Iran terlibat dalam serangan-serangan terhadap pasukan AS di Irak.
Seorang diplomat Eropa yang tidak mau disebut namanya mengatakan, apa yang dilakukan oleh para agen federal AS itu membuktikan betapa paranoidnya AS.
Pesawat tempur jenis F14 Tomcat-yang sempat terkenal lewat film Top Gun-pernah dipamerkan dengan beberapa bagian yang sudah dilas, sebelum akhirnya dijual oleh basis angkatan laut Ventura dalam bentuk potongan-potongan metal pada tahun 2005. Potongan yang paling kecil harganya mencapai dua ribu dollar. Tiga sisa pesawat F14 dipajang di museum-museum di bandara Chino dan satu pesawat digunakan sebagai properti oleh para produser acara teve, JAG.
Meski tidak ada bukti bahwa bagian-bagian pesawat itu dijarah, pihak bea cukai AS mengklaim telah melakukan operasi selama 17 bulan untuk menghentikan penjualan bagian-bagian pesawat itu ke pasar gelap. Iran menggunakan F14 sejak sebelum pecah revolusi tahun 1979. Setelah revolusi itu, AS memutus hubungan diplomatik dengan Iran, dan negara para Mullah itu kesulitan mencari spare part pesawat tersebut, menyusul embargo senjata AS.
Saat ini hubungan AS dan Iran sedang memanas terkait program nuklir negara Iran. Pentagon berulangkali melontarkan tudingan bahwa Iran bisa merusak perekonomian dunia dengan menutup Selat Hormuz yang menjadi pintu gerbang lalu lintas kapal-kapal pengangkut minyak yang akan diekspor ke Barat.
Laksamana Michael McConell bahkan mengatakan, misil-misil balistik dan kekuatan angkatan laut Iran merupakan elemen militer yang bisa mengancam negara-negara kawasan Teluk dan kepentingan-kepentingan AS di wilayah itu. (ln/timesonline)