Kebahagiaaan anak-anak Palestina masih terus tergadai. Setelah mereka berhasil menetapkan persamaan awal hari tanda permulaan tahun ajaran baru, di Ghaza dan Tepi Barat, akhirnya mereka kini bisa memulainya. Tapi baru saja mereka masuk di hari pertama, sudah terjadi aksi mogok mengajar oleh para guru di Tepi Barat.
Pagi hari Sabtu (1/9) lebih dari 25 ribu anak Palestina mulai bersekolah. Tak kurang 160 ribu dari jumlah itu, adalah anak-anak yang baru memulai sekolah kelas satu SD. Di Ghaza ada sekitar 344 sekolah, sementara di Tepi Barat justru tidak terjadi sekolah di hari pertama, lantaran para guru terpaksa melakukan mogok mengajar guna menekan pemerintah Salam Fayadh –pemerintahan Palestina yang didirikan Abbas—yang menghapus hari Sabtu sebagai hari libur bagi para guru.
Berbeda dengan di Ghaza, di jalan-jalan Tepi Barat justru ramai dengan para murid yang kembali pulang ke rumah mereka. Mereka harus pulang setelah mengetahui bahwa tidak ada satupun guru yang masuk sekolah untuk mengajar. Nasem Awad, kordinator informasi Persatuan Guru mengatakan, “Hari ini semua guru sepakat untuk mogok mengajar. Kami menekan pemerintah agar menjadikan setiap hari Saptu sebagai hari libur. Karena pemerintahan Fayadh menetapkan hari sekolah enam hari. ”
Ismail Haniyah PM Palestina yang terpilih melalui pemilu, dua hari lalu mengatakan, bahwa sekolah dicukupkan selama lima hari resmi di seluruh wilayah di Ghaza yang berada di bawah pemerintahannya. Hari libur, yang ditetapkan Haniyah adalah hari Jum’at dan Sabtu. Tapi Haniyah mempersilahkan bila ada sekolah yang ingin menyelenggarakan waktu belajar selama enam hari dalam sepekan, sebagaimana yang digariskan pemerintahan Fayadh di Ramallah, Tepi Barat. Haniyah juga memberikan bonus 500 ribu dolar bagi para guru baru di Ghaza.
Pendidikan anak sekolah seharusnya terlepas dari perbedaan politik yang ada. Ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Pengajaran pemerintahan Ismail Haniyah, Muhammad Agha. “Maslahat pelajar ada di atas semuanya. Kita harus memberikan ketenangan kepada mereka agar mereka bisa memperoleh ilmu, pendidikan untuk pembangunan generasi, ” ujarnya. (na-str/iol)