Tahun 2007, Tahun "Gelap" Bagi Warga Muslim India

Warga Muslim di India masih diperlakukan tidak adil baik dari sisi ekonomi dan politik. Di sepanjang tahun 2007 ini banyak persoalan-persoalan yang mengindikasikan bahwa warga Muslim di negeri itu masih diperlakukan diskriminatif.

Javed Anand dari Muslims for Secular Demokrasi (MSD) mencontohkan sisi penegakkan hukum yang menurutnya masih sangat lambat, terutama untuk kasus-kasus yang korbannya kebanyakan warga Muslim. Salah satunya, menurut Anand, peristiwa kerusuhan di Mumbai yang terjadi pada tahun 1992-1993.

Sampai tahun 2007 kemarin, kata Anand, pemerintah India tidak menindaklanjuti rekomendasi Komisi Sri Krishna agar dibentuk tim investigasi untuk menyelidiki peristiwa itu. Padahal dalam laporannya, Komisi Sri Krishna menuduh aparat kepolisian Hindu bersalah dalam peristiwa kekerasan tersebut. "Tapi tidak kemajuan sama sekali dari rekomendasi itu, " tukas Anand.

Profesor Mustafa Khan sepakat bahwa tahun 2007, penegakkan hukum di India stagnan dan menjadi "tahun gelap" bagi warga Muslim India. Aparat penegak hukum di India, menurut Khan, bersikap diskriminatif pada warga Muslim. Pengadilan India, tambah Khan, memvonis hukuman mati bagi 12 warga Muslim yang dituding terlibat dalam insiden ledakan bom di Mumbai tahun 1993. Namun, warga Hindu yang terlibat dalam pembunuhan warga Muslim sebelum peristiwa ledakan bom itu, sama sekali tidak diseret ke meja hijau.

Contoh ketidakadilan lainnya adalah, proyek Special Economic Zones (SEZs) pemerintah India di kawasan pedalaman Nandigram, bagian barat negara bagian Bengal. Proyek ini menjadi mimpi buruk bagi warga Muslim di kawasan itu, karena mereka dipaksa pindah, bahkan dibunuh, demi kehadiran perusahaan-perusahan multi-nasional di zona ekonomi khusus tersebut.

"Negara bagian Bengal Barat menyaksikan bagaimana para pendukung pemerintahan komunis memperkosa dan membunuh warga yang kebanyakan warga Muslim, dan dengan terbuka merampas tanah dan harta mereka tanpa terjerat hukum, " ujar Khan.

Sementara itu, terpilihnya kembali Narendra Modi sebagai pimpinan wilayah Gujarat-wilayah yang dibagi dua menjadi wilayah Muslim dan Hindu-merupakan pukulan menyakitkan bagi warga Muslim. Modi yang oleh Mahkamah Agung India disebut sebagai "Nero modern" ini, bersama sejumlah pejabat dari Partai BhartiyaJanata-adalah orang-orang yang dituding bertanggung jawab atas peristiwa kerusuhan anti-Muslim di Gujarat pada tahun 2002.

Ketidakadilan Ekonomi

Dari sisi ekonomi, MJ. Akbar-pemimpin redaksi The Asian Age and Deccan Chronicle-menyatakan bahwa ketidakadilan ekonomi masih dialami warga Muslim. Akbar-yang juga mantan pengacara dan mantan juru bicara Rajiv Gandhi-mengungkapkan, meski pada tahun 2007 perekonomian India tumbuh pesat, namun dampaknya tidak dirasakan warga Muslim karena adanya diskriminasi.

"Meski warga Muslim memegang peranan penting dalam tercapainya ‘keajaiban ekonomi’ India, namun warga Muslim masih hidup dalam kemiskinan dan harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, " kata Akbar.

"Generasi muda Muslim di Bengal merasa bahwa mereka benar-benar diasingkan dari pertumbuhan ekonomi, " sambung Akbar memberi contoh kasus.

Sekitar 140 juta Muslim India selama berpuluh-puluh tahun terus mengalami penindasan dan pengabaian dari sisi ekonomi. Tempat buat mereka di lapangan pekerjaan dan pendidikan dipersempit sehingga jumlah pengangguran di kalangan warga Muslim tinggi. Hal ini tidak terjadipada warga mayoritas Hindu dan warga minoritas Kristen serta Sikhs. (ln/iol)