eramuslim.com – Beberapa pekan setelah serangan kilat pejuang pembebasan Palestina, dipimpin Hamas, ke wilayah pendudukan ‘Israel’ berjuluk Operasi Taufan Al-Aqsha (Banjir Al-Aqsha) terungkap bahwa serangan itu merupakan aksi terencana yang oleh banyak pihak dirancang oleh salah satu petinggi Hamas, Yahya Sinwar.
Seorang analis bahkan menyebut Yahya Sinwar adalah seorang seniman, dan Operasi Taufan Al-Aqsha adalah karyanya. Al-Sinwar, seperti banyak seniman Palestina lainnya yang telah merangkap sebagai revolusioner, secara mengagumkan memenangkan pembebasan bangsanya dalam sebuah pembingkaian yang indah.
Namun, berbeda dengan yang lain, Yahya Sinwar adalah seniman yang sangat praktis dan konsekuen secara materialistis. Karya agungnya bukanlah sebuah puisi atau lukisan, melainkan sebuah revolusi dalam waktu nyata.
Meski Barat dan Israel berusaha memperburuk citra pemimpin Hamas di Jalur Gaza itu, bagi rakyat Palestina dan sebagian umat Islam dia beserta Muhammad Dheif dan Abu Ubaidah ia adalah pahlawan.
Yahya Sinwar dan Operasi Taufan Al Aqsha
Tanggal 7 Oktober akan selalu ditandai sebagai momen penting dalam sejarah entitas Zionis di mana para pejuang muda berhasil menembus penjagaan keamanan berteknologi tinggi penjajah ‘Israel’: mendobrak pengepungan yang diberlakukan di Gaza dan memberontak terhadap penjajah.
Menurut perkiraan situs berita Prancis, Media Part, dalam kurun waktu hanya 6 jam, para pejuang pembebasan Palestina berhasil menimbulkan kehancuran dahsyat pada negara penjajah, menewaskan 1000 orang, menyebabkan lebih dari 2000 orang terluka, dan menawan ratusan orang.
“Serangan keji ini diperintahkan oleh Yahya Al-Sinwar,” kata Kepala Staf Tentara Penjajahan Israel (IDF), Herzi Halevi, tak lama setelah operasi.
Al-Sinwar, yang namanya secara harfiah berarti nelayan atau perajin kail dalam bahasa Arab, terlihat berada di puncak Operasi Taufan Al-Aqsha saat air bah itu menerjang negara penjajah Zionis.
Sebuah laporan Reuters awal bulan ini mengingatkan kita pada sebuah pidato yang dibuat oleh Yahya Sinwar pada tahun 2022 yang secara tidak terduga meramalkan akan adanya peristiwa “Operasi Taufan Al-Aqsha“ dalam pilihan kata-katanya.
Dalam sebuah pidato yang ditujukan kepada pihak keamanan ‘Israel’ pada 14 Desember tahun lalu, , Yahya Sinwar secara khusus mengancam Rezim teroris Israel dengan “taufan” yang akan datang.
“Kami akan datang kepada kalian, insya Allah, dalam taufan yang menderu. Kami akan mendatangi kalian dengan roket yang tak ada habisnya, kami akan mendatangi kalian dalam banjir pejuang yang tak henti-hentinya, kami akan mendatangi kalian dengan jutaan rakyat kami, seperti air pasang yang tak henti-hentinya,” ujar Yahya al-Sinwar dalam sebuah pidato di depan kerumunan massa di Gaza yang disiarkan televisi dalam sebuah peringatan ulang tahun ke-35 berdirinya Hamas.
Reuters mencatat bahwa pada saat pidato tersebut, al-Sinwar bersama dengan Mohammed al-Deif, Komandan Brigade al-Qassam, telah menyusun rencana rahasia untuk tanggal 7 Oktober 2023.
Sebelumnya, penjajah memandang pernyataan al-Sinwar sebagai ancaman kosong dan dibesar-besarkan, mengingat negara palsu ‘Israel’ menganggap dirinya kuat dan didukung negara besar. Penjajah yang tadinya menafsirkannya sebagai sebuah hiperbola, rupanya adalah sebuah pertanda.