Syi’ah menjadi kekuatan politik terbesar di Iraq, sesudah dua kekuatan partai politik Syi’ah yang didukung Iran bergabung.
Perdana Menteri Nuri Al-Maliki yang memimpin Kekuatan Aliansi Nasional (INA), menjadikan golongan Syi’ah menjadi kekuatan politik terbesar di Iraq dengan suara 159 kursi di parlemen. Dengan memimpin koalisi nasional, Al-Maliki memiliki peluang untuk memimpin pemerintahan pada periode kedua. Koalisi Nasional Iraq merupakan gabungan dua partai Syi’ah, yaitu Dewan Mahkamah Islam (ISCI) dengan gerakan Sadr yang anti Amerika.
Dengan gabungnya dua kekuatan politik utama Syi’ah ini, menandakan kebangkitan kembali Syi’ah di Iraq, yang berkuasa sejak tahun 2005, dan ini akan menciptakan situasi yang tidak kondisuf bagi stabilitas di Iraq. Kerana kebijakan pemerintah yang di dominasi Syi’ah ini, pasti akan menyingkirkan kekuatan politik kelompok Sunni.
Sementara itu, kelompok Sunni yang sekarang ini mendukung Iyad Alawi, yang juga boneka Amerika, memiliki 91 kursi. Sedangkan untuk mendapatkan mayoritas di parlemen harus mendapatkan 325 kursi.
Bergabungnya dua kekuatan utama Syi’ah ini, yang merupakan gabungan dari kelompoknya al-Maliki dengan as-Sadr, dalam aliansi nasional, sesudah adanya kesepakatan dua blok Syi’ah melalui sebuah pembicaraan kedua belah pihak.
Aliansi Nasional itu juga mencalonkan Nuri al-Maliki menjadi perdana menteri periode keduanya, karena tokoh as-Sadr, yaitu Muqtada al-Sadr ditolak, tentu dari kalangan Amerka, yang tidak tokoh yang dianggap garis keras ini mengambil alih kekausaan.
Langkah yang paling mendesak bagi pemerintahan baru Iraq, ialah melakukan negosiasi dengan pemerintah Amerika untuk penarikan pasukan mereka keluar dari Iraq di akhir tahun ini. (m/cnn)