Pernikahan sejenis (homoseksual) telah disahkan menjadi undang-undang di Swedia. Swedia menjadi negara ketujuh yang melegalkan pernikahan ala kaum Luth ini. Dalam jajak pendapat terakhir 71 % dari penduduk Swedia menyetujui pernikahan ini. Bahkan hasil jajak pendapat yang dilakukan Sveriges Television (SVT) di kalangan gereja menunjukkan 68 % dari 1700 pastur melegalkan pernikahan sejenis di gereja mereka, 21 % menolak, dan 11 % abstain. Ini menjadikan Swedia menjadi negara pertama yang melagalkan perkawinan sejenis di mayoritas gereja.
Rabu, 21 Januari 2009 adalah hari dimana undang-undang tentang pernikahan ini telah disahkan oleh parlemen Swedia. Secara hukum, pernikahan pasangan homoseksual sama dengan pasangan pernikahan heteroseksual termasuk hak dalam mengadopsi anak. Sesuai dengan kesepakatan, undang-undang ini berlaku mulai Mei 2009.
Beruntung dalam Islam, soal homoseksual ini sudah jelas hukum dan aturannya. Meskipun sudah sejak dulu telah ada orang-orang yang orientasi seksualnya homoseks, ajaran Islam tetap tidak berubah, dan tidak mengikuti hawa nafsu kaum homo atau pendukungnya. Tidak ada ulama yang berani menghalalkan tindakan homoseksual dengan alasan hak asasi manusia, perubahan zaman dan penafsiran ala rasionalitas Barat.
Nabi Muhammad saw bersabda, “Siapa saja yang menemukan pria pelaku homoseks, maka bunuhlah pelakunya tersebut.” (HR Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasai, Ibnu Majah, al-Hakim, dan al-Baihaki). Imam Syafii berpendapat, bahwa pelaku homoseksual harus dirajam (dilempari batu sampai mati) tanpa membedakan apakah pelakunya masih bujangan atau sudah menikah.
Allah melalui Al Qur’an menceritakan tentang Kisah Nabi Luth a.s secara jelas bagaimana terkutuknya kaum Nabi Luth yang merupakan pelaku homoseksual ini:
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” (QS Al-A’raf:80-84).
Arus globalisasi kian merambah di segala sisi. Perang pemikiran pun kian merambah ke semua level kehidupan. Indonesia harus berhati-hati dengan pemikiran kaum liberal yang menggaungkan isu emansipasi, hak asasi manusia, dan mulai memutarbalikkan isi kandungan Al Qur’an ala rasional atau pemikiran mu’tazilah. Kiranya pemerintah dan para cendekiawan muslim Indonesia mulai berhati-hati dengan bahaya besar dari pemikiran studi Islam ala barat yang mulai merambah di perguruan tinggi Islam. Karena boleh jadi, terkikisnya nilai-nilai murni Islam dimulai dari para intelektual yang berkiblat ala pemikiran Barat.
Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, guru besar bidang pendidikan dan pemikiran Islam di Universitas Islam Internasional Malaysia dalam artikelnya di Majalah ISLAMIA (edisi 1/2004), mengingatkan dampak besar penggunaan metode Barat dalam pemahaman Islam, seperti hermeneutika: ”Jika kita mengadopsi satu kaedah ilmiah tanpa mempertimbangkan latar-belakang sejarahnya, maka kita akan mengalami kerugian besar. Sebab kita akan meninggalkan metode kita sendiri yang telah begitu sukses membantu kita memahami sumber-sumber agama kita dan juga telah membantu kita menciptakan peradaban internasional yang unggul dan lama.”.
Semoga Allah memberikan keistiqamahan kepada kita untuk menjalani Islam secara benar dan sempurna. Wallahu a’lam (kiriman dari Haryandi, Innovative and Sustainable Chemica Engineering Chalmers University of Technology, Sweden)