Survei terbaru yang dilakukan Wall Street Journal tentang perkiraan masa depan ekonomi AS menunjukkan bahwa mayoritas ekonom meyakini bahwa ekonomi AS akan memasuki era kegelapan bahkan mungkin akan tenggelam.
Sekitar 52 ekonom yang dimintai pendapatnya oleh Wall Street Journal (WSJ) rata-rata memprediksikan bahwa perekonomian AS akan mengalami perlambatan bahkan perlambatan yang makin mendalam dalam kuartal ketiga dan keempat tahun 2008 dan pada kuartal pertama tahun 2009, seiring dengan makin memburuknya krisis perkreditan di negeri itu.
WSJ dalam laporannya edisi Jumat (10/10) menyatakan, jika prediksi para ekonom itu terbukti akurat maka untuk pertama kalinya selama lebih dari setengah abad, produk domestik bruto (PDB) AS jatuh selama tiga kuartal berturut-turut.
"Kita sedang berada di tengah-tengah terowongan yang sangat gelap. Setiap hari kita melihat kehancuran demi kehancuran dalam sebuah sistem," kata Brian Fabbri dari BNP Paribas mengomentari perkembangan situasi ekonomi saat ini.
WSJ menuliskan, semua indikator mengarah pada situasi di mana pemerintahan yang akan datang harus menghadapi kondisi perekonomian dalam negeri yang sedang menuju ke kondisi resesi, yang menuntut campur tangah pemerintah yang lebih besar lagi bahkan paling besar setelah Great Depression di era tahun 1930-an.
Lebih dari setengah atau 54 persen ekonom yang disurvei WSJ menyatakan yakin pemerintahan AS yang baru nanti harus mengadopsi kebijakan ekonomi yang lebih ekspansif untuk menstimulasi pergerakan ekonomi. Dalam survei yang dilakukan WSJ bulan Agustus kemarin, 66 persen ekonom masih yakin tidak perli ada paket ekonomi guna menstimulasi perekonomian, tapi prosentase yang meyakini hal itu menurun drastis dalam survei yang dilakukan bulan September kemarin.
"Sebulan atau dua bulan yang lalu, saya berani mengatakan tidak diperlukan stimulus lagi. Saya pikir, kita akan segera keluar dari krisis ini sebelum paket stimulus lainnya diberlakukan. Sekarang, situasinya nampaknya tidak demikian," kata David Wyss dari Standard & Poor’s Corp.
Para ekonomi mempekirakan, rata-rata akan ada 74.000 pengangguran setiap bulannya selama satu tahun ke depan dan tingkat pengangguran akan naik dari 6,1 persen menjadi 6,8 persen sampai bulan Juni tahun depan. Perkiraan pesimis ini disebabkan oleh bank-bank yang menerapkan kebijakan kredit ketat, setelah memfokuskan bisnisnya pada upaya untuk meminimalkan pengeluaran modalnya dan mem-phk para karyawannya.
Bertambahnya orang yang kehilangan pendapatannya karena di-phk, jatuhnya harga rumah dan tingkat konsumsi otomatis akan mengurangi tingkat pengeluaran untuk konsumsi di masa depan.
"Sudah sejak bertahun-tahun lalu, para pembuat kebijakan sebenarnya sudah diperingatkan akan ancaman krisis finansial. Jika mekanisme kredit makin rusak, kita akan dihantam badai kehancuran finansial," ujar Lou Crandall dari Wrightson ICAP. (ln/prtv)