Sebuah survei terbaru menyimpulkan bahwa perang melawan terorisme yang dilancarkan AS ke seluruh dunia, justru menimbulkan sikap radikal bagi sebagian umat Islam dan menyebabkan makin meningkatkan sikap anti AS.
Survei yang dilakukan Gallup’s Centre for Muslim Studies yang berbasis di New York, melibatkan 10 ribu umat Islam di sepuluh negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Dari hasil survei itu diketahui, seandainya pun peristiwa serangan 11 September benar dilakukan orang Islam, tujuh persen responden tetap percaya kebencian pada AS akan tetap ada dan kelompok-kelompok radikal tetap akan bermunculan.
Salah satu penemuan yang cukup mengejutkan dari survei itu adalah, bahwa makin kaya dan makin baik tingkat pendidikan seorang Muslim, makin besar kemungkinan orang bersangkutan menjadi radikal.
Survei yang dilakukan sepanjang tahun 2005 dan 2006 itu, sama dengan survei yang dilakukan pada tahun 2001 di sembilan negara lainnya yang berbeda, yang hasilnya mewakili pandangan lebih dari 90 persen umat Islam di dunia. Survei lanjutan akan dilakukan kembali dengan melibatkan 1. 500 warga Muslim di London, Paris dan Berlin, dan hasilnya akan dipublikasikan pada bulan April.
Disebutkan, hasil-hasil survei Gallup mengindikasikan bahwa dari sisi nilai-nilai spiritual, keluarga dan masalah masa depan, dibandingkan orang Eropa, orang AS memiliki pandangan yang hampir sama dengan umat Islam.
Sebagian besar umat Islam sepakat dengan ide Barat soal pemerintah yang demokratis yang ideal. Kenyataannya, 50 persen responden Muslim yang dianggap radikal, menyatakan mendukung demokrasi, sementara hanya 35 persen responden Muslim yang masuk katagori moderat yang mendukung wacana demokrasi Barat.
Fakta lainnya yang terungkap dalam survei Gallup adalah, masalah agama ternyata hanya sedikit kaitannya dengan munculnya sikap radikal atau sikap antipati terhadap budaya Barat. Umat Islam hanya tidak menyetujui budaya-budaya Barat yang menunjukkan kerusakan moral, tapi mereka mengagumi wacana kebebasan berbicara, ide kebebasan, sistem demokrasi dan perkembangan teknologinya.
Dukungan terhadap penerapan syariah atau hukum Islam diketahui juga makin meluas. Mayoritas kaum perempuan di negara-negara yang berpenduduk Muslim, meyakini hukum Islam selayaknya menjadi sumber hukum negara dan mereka percaya bahwa Islam mengakui hak asasi perempuan.
Temuan-temuan dari hasil survei ini, setidaknya akan memberikan pemahaman yang lebih dalam bagi Barat bahwa Muslimah bisa mengenakan jilbab, menjalankan hukum Islam dan menerapkan persamaan hak pada saat yang bersamaan.
Agama Tidak Ada Kaitannya dengan Radikalisme
Hasil survei Gallup sekaligus menjawab pemikiran negatif para politisi Barat yang menganut teori bahwa orang-orang radikal dan fundamentalis adalah mereka yang fanatik pada agamanya, miskin, putus asa dan hatinya penuh kebencian.
"Teori-teori itu semua salah. Kami menemukan bahwa orang-orang Islam yang radikal hampir sama dengan orang-orang Islam yang moderat. Kalau Barat ingin merangkul para ekstrimis dan memberdayakan mereka yang moderat, Baratlah yang harus pertama tahu siapa yang akan dihadapinya, " kata para peneliti Gallup.
Profesor bidang agama John Esposito dan direktur Gallup untuk studi Islam Dalia Mogahed dalam salah satu analisanya mengatakan, "Barat seringkali menuding ajaran agama yang telah mempengaruhi pandangan radikal dan kekerasan. Tapi data yang ada mengungkapkan hal yang sebaliknya. "
"Tidak ada perbedaan signifikan dalam masalah agama antara kalangan radikal dan moderat. Bahkan kenyataannya, mereka yang radikal justru jarang mendatangi acara-acara keagamaan secara regular dibandingkan dengan mereka yang moderat, " papar keduanya.
Kedua analis itu melanjutkan, bukan rahasia lagi masih banyak negara-negara Islam yang miskin, tapi ternyata mereka yang radikal bukan berasal dari kalangan miskin. "Apa yang kami temukan justru ke balikannya. Ada perbedaan khusus antara yang radikal dan moderat dalam soal pendapatan dan tingkat pendidikan, " tambah Esposito dan Mogahed.
Bahkan, survei menunjukkan bahwa mereka yang radikal cenderung merasa puas dengan kondisi keuangan dan kualitas kehidupan mereka dibandingkan orang-orang yang mengaku moderat. (ln/Timesonline)