Suriah mengancam akan menutup perbatasannya dengan Libanon jika PBB mengerahkan pasukan penjaga perdamaian ke wilayah perbatasannya. Sebelumnya, Presiden Suriah Bashar Al-Assad sudah melontarkan pernyataan keras, jika PBB menempatkan pasukan internasionalnya sampai ke perbatasan Libanon Suriah, Suriah akan melihatnya sebagai ‘posisi permusuhan’.
Ancaman Suriah itu disampaikan Menlu Finlandia, Erkki Tuomioja setelah bertemu dengan Menlu Suriah, Walid al-Mualiam di Helsinki, Rabu (23/8).
"Mereka benar-benar tidak menginginkan ini dan mereka menyatakan akan menutup perbatasan-perbatasannya jika hal ini terjadi," ujar Tuomioja merujuk pada permintaan Israel agar pasukan penjaga perdamaian PBB dikerahkan sampai ke perbatasan Suriah-Libanon, guna mencegah pengiriman senjata pada Hizbullah.
Israel dan Suriah sama-sama berbatasan dengan wilayah Libanon, tapi hanya Suriah yang membuka perbatasannya dengan Libanon. Baik Suriah dan Libanon tidak memiliki hubungan diplomatik maupun perdagangan dengan Israel. Beirut bahkan tidak mengakui eksistensi Israel.
Menanggapi pernyataan keras Suriah, PM Libanon Fuad Siniora menyatakan menghormati perdapat Presiden Suriah, tapi Libanon akan melakukan segala cara dengan kemampuannya sendiri untuk mempertahankan kedaulatan, kemerdekaan dan kepentingan negaranya.
"Hubungan antara Libanon dan Suriah harus berdasarkan pada rasa ‘saling menghormati’ karena ‘kami tidak berminat untuk memiliki sikap saling bertentangan dengan Suriah sementara Suriah juga tidak ingin bertentangan dengan kami," kata Siniora.
Masyarakat Libanon meyakini bahwa selama ini Suriah sudah membantu Hizbullah baik dari segi dana dan senjata, untuk melawan Israel yang berambisi menguasai kembali dataran tinggi Golan yang pernah direbutnya dari Suriah pada 1967. Jika Suriah menutup perbatasan-perbatasannya, akan sulit bagi Libanon untuk memulihkan diri dari dari konflik yang terjadi baru-baru ini. Bukan hanya lalu lintas perdagangan yang akan terganggu, tapi Libanon juga akan terpaksa mengimpor bahan-bahan makanan, bahan bangunan dan barang keperluan lainnya melalui laut atau udara.
PBB Masih Bahas Pasukan Perdamaian
PBB hingga kini belum bisa memastikan teknis dan mekanisme pengerahan sekitar 15 ribu pasukan penjaga di selatan Libanon menyusul gencatan senjata antara Israel-Hizbullah. Badan Dunia itu masih terus berusaha melakukan pendekatan pada sejumlah negara agar mau mengirimkan pasukannya.
Untuk membicarakan pembentukan pasukan penjaga perdamaian itu, para utusan negara-negara Eropa dan pakar kemiliteran melakukan pertemuan di Brussel, Belgia, Rabu (23/8) selama satu jam untuk mempersiapkan rencana pertemuan mereka dengan Sekjen PBB Kofi Annan hari Jum’at lusa.
Annan menginginkan Eropa memainkan peran yang besar dalam pengiriman pasukan penjaga perdamaian ke Libanon. Sejauh ini, baru Italia yang menyatakan setuju untuk mengirimkan sekitar 3.000 pasukannya. Sedangkan Perancis yang awalnya ingin memimpin misi pasukan PBB, hanya menawarkan 2.000 pasukan non tempur untuk mendukung Pasukan sementara PBB (Unifil) yang sudah puluhan tahun ditugaskan di Libanon.
Sementara itu, setelah bertemu dengan Menlu Perancis, Dominique de Villepin, Menlu Israel Tzipi Livni meminta Perancis mengirimkan lebih banyak pasukan, jika PBB memberi mandat yang lebih luas pada pasukan PBB, terutama mandat untuk mengambil tindakan terterntu untuk mempertahankan diri. (ln/aljz)