Menteri Luar Negeri Suriah Walid Al-Mu’allim membantah kalau hubungan negaranya dengan Saudi sedang tidak akur.
"Tak ada penurunan (hubungan) dari pihak Suriah. Kami diikat dengan hubungan yang kuat dan istimewa, " ujar sang Menlu dalam sebuah bincang-bincang pada Chanel Alarabiya, Kamis (16/8) hari ini.
Lebih jauh Al-Muaallim menegaskan bahwa Suriah siap bahu membahu dengan Saudi seandainya peperangan kontra Israel meletus. "Kami akan menghalau segala bentuk kejahatan, " ujar dia sembari memberikan keterangan ihwal kesiapan Suriah untuk perdamaian yang menyeluruh dan adil sebagai sebuah pilihan strategis.
Pada bagian bincang-bincangnya, diplomat ulung Suriah itu juga menegaskan bahwa negaranya tak butuh mediator untuk berhubungan dengan Israel. "Sudah jelas. Kami tak butuh delegasi-delegasi yang sembunyi-sembunyi, " tukasnya memberikan tanggapan tentang adanya warga Suriah berpaspor AS yang akhir-akhir ini melawat ke Israel dan oleh media diisukan orang itu sebagai mediator Suriah dengan Israel.
"Ibrahim Sulaiman tak ada hubungannya dengan Suriah. Dia hanya orang Barat asal Suriah yang berpaspor AS. Dia tak menyampaikan dukungan atau sambutan hangat dari Suriah terkait lawatannya ke Israel. Suriah tak mau tahu lawatan dia ke Israel, " papar Al-Muaallim.
Sementara saat ditanya hubungan Suriah dengan Iran, Menlu Al-Muaallim menegaskan bahwa negaranya memiliki hubungan isitimewa dengan Iran. Pasalnya, imbuh dia, sikap revolusi Iran atas masalah Palestina sudah jelas, yaitu melawan penjajahan Zionis Israel.
Adapun terkait ribut-ribut nuklir Iran, Suriah meminta agar dicarikan solusi politis. "Suriah sangat menginginkan stabilitas di kawasan (Timteng), dan kami akan berada di samping sahabat-sahabat Arab kami, " kata dia memberikan alasan.
Pada bincang-bincang itu, Menlu Suriah itu juga sempat mengeluarkan tuduhan secara terang-terangan terhadap AS dan Israel. Dia menilai, AS dan Israel merupakan biang kerok ketidakamanan dan ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah. "Jelas ada hegemoni AS-Israel terhadap kawasan ini, " kata dia.
Dalam perbincangan itu Al-Muaallim terus menerus menegaskan bahwa kebijakan Presiden Bush telah memicu berkobarnya api peperangan di Timur Tengah, Afghanistan serta memicu perlombaan mempersenjati diri di kawasan tersebut. "Saya tak paham kebijakan otoritas (AS) itu, " tukasnya.(ilyas/alrb)