eramuslim.com — Seorang anggota parlemen di Prancis meminta penghargaan Ballon d’Or 2022 dan kewarganegaraan Prancis Karim Benzema dicabut karena dugaan hubungannya dengan Ikhwanul Muslimin, yang dianggap Prancis sebagai organisasi teroris.
Valerie Boyer, Senator Bouches-du-Rhone, mengatakan dalam siaran pers bahwa dia meminta pencabutan kewarganegaraan Karim Benzema jika klaim Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin diverifikasi.
“Sanksi yang awalnya bersifat simbolis adalah pencabutan Ballon d’Or yang diraihnya. Terakhir, kita harus meminta pencabutan kewarganegaraannya,” kata Boyer dikutip dari AA.
Menurut Boyer, Benzema sudah mencemarkan nama baik Prancis. “Kami tidak dapat menerima bahwa orang berkewarganegaraan ganda Prancis, yang dikenal secara internasional, dapat mencemarkan dan bahkan mengkhianati negara kami dengan cara seperti ini,” tegasnya.
Benzema, 35, lahir di Lyon tetapi dia keturunan Aljazair dan memiliki kewarganegaraan ganda. Dia bermain untuk Olympique Lyon sebelum pindah ke Real Madrid pada tahun 2009.
Benzema mencetak 37 gol dalam 97 caps internasional untuk Prancis.
Dia juga menyatakan dukungannya terhadap warga Palestina di Gaza di tengah pemboman Israel selama beberapa hari di wilayah tersebut.
“Semua doa kami untuk penduduk Gaza yang sekali lagi menjadi korban pemboman tidak adil yang tidak menyisakan perempuan atau anak-anak,” kata Benzema yang kini membela klub Al-Ittihad Arab Saudi.
Dalam wawancara TV pada hari Selasa, Darmanin mengatakan bahwa Benzema memiliki hubungan dengan Ikhwanul Muslimin, beberapa hari setelah sang pemain menunjukkan dukungannya terhadap warga Palestina di Gaza.
Gaza saat ini mengalami krisis kemanusiaan yang parah karena tidak adanya listrik, sementara air, makanan, bahan bakar, dan pasokan medis hampir habis.
Setidaknya 471 orang tewas dan 342 luka-luka dalam serangan udara Israel di Rumah Sakit Baptis Al-Ahli di Gaza pada Selasa malam, kata Kementerian Kesehatan Gaza pada Rabu.
Israel membantah bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Konflik dimulai pada 7 Oktober ketika kelompok Palestina Hamas memulai Operasi Banjir Al-Aqsa – sebuah serangan mendadak yang mencakup serangkaian peluncuran roket dan infiltrasi ke Israel melalui darat, laut dan udara.
Hamas mengatakan serangan itu merupakan pembalasan atas penyerbuan Masjid Al-Aqsa dan meningkatnya kekerasan yang dilakukan pemukim Israel terhadap warga Palestina.
Militer Israel kemudian melancarkan Operasi Pedang Besi terhadap sasaran Hamas di Jalur Gaza.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera untuk meringankan penderitaan besar umat manusia.
Setidaknya 3.478 warga Palestina telah terbunuh sejauh ini. Korban tewas di Israel mencapai lebih dari 1.400 orang. (sumber: Fajar)