Bulan Oktober tahun 2008, berlangsung pertemuan para pemimpin Uni Eropa, dihadhiri 15 pemimpin Uni Eropa, serta Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown. Tujuan pertemuan itu membahas krisis financial, yang berdampak terhadap masa depan negara-negara industri. Pertemuan itu menghangsilkan persetujuan bahwa otoritas monoter memberikan penjaminan bagi bank-bank yang terkena dampak krisis financial, sebesar 700 milyar euro atau 1 trilyun dolar.
Kebijakan penjaminan yang dilakukan oleh otoritas monoter itu, tak banyak menolong, dan tetap saja bank-bank mengalami kebangkrutan, dan kesulitan likuiditas, termasuk bank terbesar di Inggris HBOS, bangkrut. Akibat kebangkrutan dari HBOS ini mempunyai pengaruh yang sifatnya ‘multi effect’, sampai ke seluruh daratan Uni Eropa.
Prediksi yang dibuat berbagai lembaga yang mempunyai pengaruh kuat dibidang ekonomi, di seluruh anggota Uni Eropa, mengalami keadaan yang suram, dan resesi ekonomi yang mereka alami tak cepat akan pulih. Angka pengangguran di 27 anggota Uni Eropa, jumlahnya mencapai 9.3%, di tahun 2008, yang lalu. Angka pengangguran tertinggi di Spanyol mencapai 16.7%. Prediksi ini akan terus meningkat, di tahun 2010 nanti, angka pengangguran di 27 anggota Uni Eropa, diperkirakan mencapai 18.8%. Setiap hari rata-rata rakyat di negara Uni Eropa, yang kehilangan pekerjaan mencapai 111.000 orang. Angka terkecil pengangguran di Belanda 2.2%.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di negara-negara Uni Eropa, semakin kecil, diperkirakan sampai tahun 2010, ekonomi hanya tumbuh sebesar 0.5%. Berarti tidak ada pertambahan penyerapan tenaga kerja. Penghasilan rata-rata rakyat di Uni Eropa terus merosot sebesar 30% setiap tahunnya, dan menyebabkan daya beli masyarakat semakin rendah. Ditambah dengan tingkat inflasi yang tinggi, hampir mencapai 2 digit. Jika ini berlanjut terus, maka Uni Eropa akan menghadapi situasi yang sangat suram, dan bisa disebut ‘dooms day’ (kiamat). Pernyataan skeptis ini disampaikan Presiden Uni Eropa, Manuel Barroso, dan bagaimana menyelamatkan hampir 500 juta penduduk Uni Eropa, yang sekarang berada dalam krisis?
Di Amerika, angka pengangguran terus meningkat tajam, setiap hari pemerintah federal mengumumkan perusahaan,yang bangkrut, dan jumlah pengangguran di Amerika, mencapai 8.6 %. Presiden Barack Obama, menggelontorkan paket, yang diharapkan dapat menjadi stimulus ekonomi Amerika, dan sudah menjadi undang-undang, karena sudah mendapatkan persetujuan Senat dan Konggres, meskipun ada penolakan dari kalangan Partai Republik, tapi paket itu akhirnya ditandatangani oleh Presiden Obama, yang nilainya mencapai 890 milyar dolar.
Tapi, dilihat dari indikator makro ekonomi, euphoria terhadap Presiden Obama, sampai keputusan melakukan stimulus ekonomi, nampak di pasar modal, tetap menunjukkan negative. Indek harga saham gabungan (ISHG), dan Dow Jones, terus mengalami fluktuasi yang hebat, bahkan saat menjelang pelantikan Obama, ISHG masih terus melemah, dan tidak ada tanda-tanda ekonomi dunia akan membaik. Bahkan, bursa saham di New York, sempat di suspend, guna menghindari kebangkrutan, korporasi-korporasi besar.
Tentu, yang paling mengkawatirkan Obama akan melakukan kebijakan yang sangat proteksionistis, yang mengakibatkan negara-negara yang selama ini menjadi partner dagang Amerika akan ambruk. Kebijakan yang bersifat proteksionistis sudah pernah dijalankan di masa pemerintahan Presiden Ronald Reagan. Dan, tentu yang paling terpukul negara-negara Dunia Ketiga, yang selama ini mengandalkan hubungan dagang dengan Amerika. Keberatan itu sudah disampaikan oleh para pemimpin negara industri di Uni Eropa.
Amerika menghadapi kondisi yang kritis, karena Amerika mengalami ‘double’ defisit perdagangan luar negeri, dan defisit anggaran. Anggaran Amerika mengalami deficit 1 trilyun dolar! Dan, utang luar negerinya mencapai hampir 17 trilyun dolar. Sesudah krisis, mata uang dolar Amerika, sekarang tidak lagi menjadi standar internasional, dan banyak negara termasuk Uni Eropa yang menolak perdagangan ekonomi mereka dikaitkan dengan dolar. Negara-negara Amerika Latin, menolak mata uang dolar, dan menggunakan mata uang mereka peso dalam transaksi perdagangan mereka.
Namun, Obama yang berpenampilan lebh ‘soft’, kenyataannya tak banyak berbeda dengan Presiden Bush, belum satu bulan menjadi presiden, Obama sudah mengeluarkan perintah ekskutif, mengirim ribuan tentara ke Afghanistan, untuk berperang melawan Taliban dan Al-Qaidah. Sebuah ‘shadow enemy’ yang terus diciptakan, yang akhirnya membuat Amerika bangkrut. Kembali para pembayar pajak rakyat Amerika, uang mereka hanya digunakan memuaskan nafsu pemimpin mereka, hanya untuk perang. (m/berbagai sumber)