Pervez Musharraf akhirnya mengumumkan pengunduran dirinya setelah sembilan tahun menjabat sebagai presiden Pakistan. Padahal sebelumnya Musharraf dan sejumlah orang-orang dekatnya selalu menolak tuntutan pengunduran dirinya, menyusul rencana impeachment koalisi partai yang berkuasa di parlemen. Dengan pengumuman pengunduran dirinya, berarti Musharraf ‘selamat’ dari impeachment dan bebas dari tanggung jawab atas sejumlah kasus yang mengarah pada keterlibatannya.
Dalam pidato pengunduran dirinya Musharraf mengatakan ia memutuskan mundur sebagai presiden Pakistan setelah melakukan konsultasi dengan tim penasehat hukumnya dan sejumlah politisi yang dekat dengannya.
"Saya pergi dengan rasa puas. Apapun yang saya lakukan untuk negeri ini dan rakyatnya, saya melakukannya dengan kejujuran dan komitmen."
"Tapi saya juga manusia biasa. Saya mungkin melakukan sejumlah kesalahan, tapi saya berharap negeri ini dan rakyatnya mau menoleransi kesalahan-kesalahan itu dengan keyakinan bahwa tujuang saya selalu jelas dan untuk demi kepentingan negara ini, " papar Musharraf.
Parlemen Nasional Pakistan secara formal telah menyatakan menerima pengunduran diri Musharraf. Perdana Menteri Pakistan Yousouf Gilani menyebut pengunduran diri Musharraf sebagai ‘hari bersejarah’ bagi negara Pakistan. "Hari ini, kami mengubur sebuah kediktatoran untuk selamanya, " kata Gilani.
Dengan mundurnya Musharraf. urusan kepresidenan akan ditangani oleh Ketua Senat Pakistan Mian Muhammad Soomro. Sebagian besar rakyat Pakistan juga menyambut gembira pengumuman mundurnya Musharraf, yang berkuasa di Pakistan setelah melakukan kudeta tak berdarah pada tahun 1999.
Selama sembilan tahun pemerintahannya, Musharraf banyak melakukan kebijakan yang pro-Barat, terutama kebijakannya dalam menangani masalah terorisme. Popularitas Musharraf makin menurun setelah ia memecat kepala mahkamah agung Pakistan tahun 2007 lalu dan makin maraknya serangan-serangan bom di Pakistan yang menyebabkan lebih dari 1.000 warga Pakistan menjadi korban, termasuk mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto. Dalam pemilu bulan November lalu, Musharraf memberlakukan situasi darurat sipil di Pakistan untuk melanggengkan kekuasaannya di Pakistan.
Mundurnya Musharraf, Skenario Barat?
Menyusul berita pengunduran diri Musharraf, beragam reaksi muncul dari berbagai belahan dunia. Sejumlah pimpinan negara dunia menyerukan agar rakyat Pakistan tetap menjaga persatuan dan stabilitas keamanan serta politik di negara itu.
AS, yang selama ini menjadikan Musharraf sebagai kepanjangan tangannya dalam ‘perang melawan teror’ menyatakan yakin Pakistan akan tetap menjadi sekutunya yang solid dalam perang melawan teror. "Kami percaya, masih banyak yang harus kami lakukan dalam memerangi terorisme, dan pemerintah Pakistan akan melanjutkan upaya itu bersama-sama kami, " kata Gordon Johndroe, juru bicara Gedung Putih.
Mundurnya Musharraf yang terkesan begitu tiba-tiba memang menimbulkan sejumlah pertanyaan besar. Mengingat beberapa hari sebelumnya Musharraf masih menegaskan diri tidak akan mundur. Di sisi lain, Arab Saudi tiba-tiba mengirim utusannya, Kepala Intelejen Pangeran Maqrin bin Abdul Aziz ke Pakistan untuk membahas rencana impeachment terhadap Musharraf.
Seorang pejabat di kantor kementerian luar negeri Pakistan mengatakan, selain Saudi masih ada negara-negara Barat dan Arab yang bermain di belakang layar dan terlibat dalam upaya "menyelamatkan" Musharraf, antara lain Inggris, AS termasuk Israel. Kelompok pendukung Musharraf ini, diam-diam melakukan pembicaraan untuk menyelamatkan Musharraf dari kemungkinan impeachment dan tuntutan hukuman yang hukuman maksimumnya, hukuman mati.
Menurut pemimpin senior Partai Rakyat Pakistan, pemerintah Pakistan terus menerus ditekan oleh kekuatan-kekuatan Barat itu agar segera menghentikan rencana impeachment tersebut. "Itulah sebabnya, mereka setuju untuk memberikan Musharraf jalan keluar yang aman, meski ia tidak pantas mendapatkannya, " kata sumber tadi.
Skenarionya, Musharraf akan mundur dari jabatannya dan selanjutnya ia akan diungsikan ke luar negeri agar terhindar dari tuntutan hukum. Sejauh ini, Arab Saudi, AS dan Israel sudah menyatakan diri siap menampung Musharraf dengan jaminan perlindungan untuk level VIP (Very Important Person) setelah "diselamatkan" dari Pakistan.
Seorang pejabat senior kementerian luar negeri Pakistan yang tidak mau disebut jati dirinya mengungkapkan, dalam persoalan ini tidak ada kontak langsung antara Pakistan dan Israel. Namun, kata sumber tadi, menurut laporan dari perwakilan diplomatik Pakistan di AS dan Inggris, sejumlah pejabat tinggi kedua negara itu telah melakukan sejumlah pertemuan dengan para diplomat Israel untuk membahas impeachment Musharraf.
Terkait pertemuan tersebut, pejabat senior kementerian luar negeri Pakistan itu mengatakan, Presiden Israel Shimon Peres punya kepentingan pribadi dalam menyelamatkan "sahabat"nya Musharraf. Peres bahkan menyatakan siap menampung Musharraf jika "sahabat"nya itu diasingkan ke luar Pakistan. Dan tawaran bantuan terhadap Musharraf sudah disampaikan langsung lewat telepon pribadi antara Peres dan Musharraf beberapa hari sebelumnya.
Presiden Musharraf memang dikenal sebagai Presiden Pakistan yang dekat dengan Israel. Pada tahun 2005, di sela-sela sidang Dewan Umum PBB, Musharraf tanpa sungkan menyalami Ariel Sharon-mantan perdana menteri Israel yang saat ini dikabarkan masih dalam kondisi koma akibat sakit yang dideritanya. Pada tahun yang sama, Presiden Musharraf menjadi presiden Pakistan pertama yang diundang berpidato dalam Kongres Yahudi Sedunia di AS.
Setahun kemudian, Musharraf menyatakan bahwa Pakistan akan mengakui Israel jika negara Palestina merdeka sudah terwujud. Pernyataan itu menuai kecaman di Pakistan, termasuk ketika bulan Januari lalu, Musharraf melakukan pertemuan dengan Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak di Paris.
Yang paling kentara adalah hubungan Musharraf yang "mesra" dengan AS. Sehingga AS tidak segan-segan mengucurkan dana sebesar 10 milyar dollar pada Musharraf untuk membiayai ‘perang melawan teror’, utamanya memerangi kelompok Taliban dan al-Qaidah di Pakistan yang oleh Musharraf dianggap sebagai ancaman bagi kekuasannya.
Diduga, Musharraf akhirnya bersedia mundur setelah mendapat jaminan bahwa ia akan mendapatkan imunitas hukum dan perlindungan dari para pimpinan negara yang selama ini menjadi "sahabat" dekatnya. Musharraf sendiri dilaporkan sudah memilih tempat di mana ia akan "melarikan diri", antara Istanbul, Turki atau Boston, AS. Namun seorang penasehatnya mengatakan, "Musharraf tidak akan pergi ke mana-mana."
Pengganti Musharraf
Setelah Musharraf mundur, diperkirakan suhu politik di Pakistan akan kembali memanas dengan persaingan sejumlah kelompok politik untuk memperebutkan kursi kepresidenan.
Asif Zardari, salah seorang ketua Partai Rakyat Pakistan-partainya Benazir Bhutto- belum lama ini mengatakan bahwa presiden Pakistan setelah ini harus seorang perempuan. Jika partai ini serius untuk mengajukan calon presiden perempuan, maka kandidat utamanya adalah Fahmida Mirza yang sekarang menjabat sebagai juru bicara Dewan Nasional. Selain Mirza, saudara perempuan Zardari, Faryal Talpur juga berpotensi menjadi kandidat presiden Pakistan.
Sementara itu, analis politik Ansar Abbasi meyakini bahwa presiden baru Pakistan berasal dari provinsi-provinsi yang lebih kecil, seperti Sindh, Balochistan atau North Western Frontier Province (NWFP) karena perdana menterinya sudah berasal provinsi besar yaitu Punjab.
"Menurut pendapat saya, presiden bari kemungkinan akan berasal dari NWFP atau Balochistan karena kedua provinsi ini sudah diabaikan selama bertahun-tahun. Presiden dari salah satu provinsi ini akan menjadi obat bagi luka rakyat kedua provinsi itu, " kata Abbasi.
Ia menyebut nama Sardar Attaullah Mengal, pemimpin nasionalis Balochistan yang teraniaya selama pemerintahan Musharraf atau Asfandyar Wali, pimpinan nasionalis Pashtun serta ketua sayap kiri Partai Nasional Awami yang memiliki peluang menjadi presiden baru Pakistan.
Sejumlah analis politik di Pakistan juga menyebut nama Syed Ghous Ali Shah, tokoh politik Pakistan yang baru kembali ke tanah airnya beberapa hari lalu setelah tujuh tahun diasingkan ke London, sebagai tokoh yang berpotensi dicalonkan sebagai presiden Pakistan (ln/berbagai sumber)