Kementerian kehakiman dan kementerian dalam negeri Belanda dianggap gagal melaksanakan tanggung jawabnya dan sengaja tutup mata atas menjamurnya situs-situs yang bernuansa rasis di negeri Kincir Angin itu.
Direktur Racism Monitoring Center (MDI) Marco Hughes menyatakan, kelompok minoritas di negara-negara Eropa terus menerus dihujani oleh ungkapan-ungkapan yang menakutkan, bernada kebencian dan situs-situs kelompok-kelompok rasis.
"Kami sudah mendata 18 gugatan hukum dalam kurun waktu tiga tahun belakangan ini terhadap situs-situs yang bernuansa rasis. Namun otoritas yang berwenang sama sekali tidak melakukan tindakan," kata Hughes dalam keterangan pers nya pada Sabtu (2/4) seperti dikutip Islamonline. Gugatan hukum terbaru diajukan pada Jumat (31/3) kemarin.
Sejumlah situs yang menurut Hughes bernuansa rasis antara lain situs Holland Hardcore, sebuah situs yang isinya menyerukan pembakaran masjid dan sekolah-sekolah Islam yang ada di Belanda, situs-situs yang menebarkan pernyataan-pernyataan negatif terhadap kelompok warga minoritas, misalnya ada situs yang melontarkan pertanyaan seperti "Siapa yang lebih berbahaya, Muslim atau Yahudi?" serta situs yang menyebarkan wacana ‘revolusi kulit putih’ dengan cara mengusir semua warga asing dan menyerukan para perempuan non kulit putih yang sedang hamil untuk menggugurkan kandungannya, karena dianggap tidak mampu membesarkan anak-anaknya dengan layak.
Keluhan Warga Muslim Belanda
Atas menjamurnya situs-situs yang menghina umat Islam dan Islam, warga Muslim di Belanda sudah menyampaikan keluhannya. Menurut Hughes, organisasi yang dipimpinnya telah menerima keluhan dari warga Muslim pada bulan Februari, setelah anggota parlemen dari kelompok sayap kanan Geert Wilders memposting kartun-kartun yang menghina Nabi Muhammad Saw dalam situs pribadinya.
Menurut Hughes, otoritas berwenang di Belanda tidak melakukan tindakan apapun untuk merespon keluhan dari warga Muslim.
Di Belanda, Islamophobia makin menguat setelah kasus pembunuhan terhadap sutradara film Theo Van Gogh oleh seorang warga Belanda keturunan Maroko. Pembunuhan itu dilatarbelakangi oleh film yang disutradarai Gogh yang menyinggung perasaan umat Islam di negeri itu.
Sikap makin tidak tolerannya Belanda terhadap warga Muslim diakui oleh organisasi pemantau hak asasi manusia dan demokrasi di Eropa, Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE). Pada Mei 2005, OSCE mengungkapkan keprihatinannya terhadap makin meningkatnya sikap tidak toleran Belanda terhadap satu juta warga Muslim di negara itu dan iklim ‘ketakutan’ yang diciptakan terhadap warga minoritas itu.
Ketidakpedulian otoritas yang berwenang di Belanda terhadap menjamurnya situs-situs bernuansa rasis juga menimbulkan kekesalan kelompok Kristen Demokrat (CDA) dan Partai Buruh. Anggota CDA Mirjam Sterk dan anggota partai Buruh Aleid Wolfsen sudah mengajukan usulan interpelasi atas fenomena yang mengkhawatirkan ini. Sementara itu, anggota parlemen Belanda lainnya mengecam argumen yang diberikan oleh kementerian kehakiman bahwa pihaknya tidak bisa meredam cepatnya perkembangan internet. Padahal beberapa tahun belakangan ini, parlemen Belanda sudah mengadopsi sejumlah aturan untuk mengendalikan munculnya situs-situs yang digunakan kelompok ektrimis dan situs-situs yang menyebarkan kebencian.
Laporan pemerintah Belanda tahun 2005 menyebutkan makin mengkhawatirkannya tingkat rasisme dan ekstrimisme kelompok sayap kiri Belanda yang dikenal sebagai kelompok anak muda ‘skinhead’ yang berkepala plontos. Kelompok ini, menurut laporan itu menjadi ancaman yang lebih mengerikan bagi keamanan nasional Belanda dibandingkan dengan ancaman kelompok ekstrimis Muslim. (ln/iol)