PBB mengatakan situasi di wilayah selatan Myanmar masih tetap tegang setelah berlangsungnya kekerasan antara umat Buddha dan warga minoritas Rohingya yang beragama Islam.
Jurubicara badan pengungsi PBB, UNHCR, Adrian Edwards mengatakan kepada para wartawan di Jenewa, Swiss, Jumat 5 Oktober kemarin, bahwa jumlah penduduk yang mengungsi akibat bentrokan di negara bagian Rakhine itu terus meningkat.
Para pengungsi meninggalkan rumah mereka untuk mencari makanan, layanan kesehatan, serta keperluan lainnya.
“Semakin banyak orang yang terkena dampak tidak langsung dari kekerasan,” kata Edwards.
Berdasarkan perkiraan pemerintah setempat, sekitar 75.000 warga kini tinggal di sejumlah tempat penampungan sementara. Sebagian besar dari para pengungsi berada di sekitar kota Sittwe, Kyauk Taw, dan Maungdaw.
Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dari perkiraan awal, tak lama setelah kerusuhan marak pada bulan Juli, sementara awal Agustus berlangsung lagi kekerasan susulan di sekitar Kyauk Taw.
UNHCR juga menegaskan kembali komitmen untuk membantu semua warga masyarakat yang terkena dampak kekerasan dengan berdasarkan prinsip kemanusiaan dan tidak berpihak.
Bagaimanapun UNHCR mengatakan bahwa banyak juga warga Sittwe yang masih memiliki rumah yang sudah kembali lagi namun situasinya -tambah UNHCR- masih tetap tegang.
Sebagian wilayah Rakhine tetap memberlakukan pembatasan perjalanan sehingga banyak penduduk yang belum bisa bekerja maupun berbelanja ke pasar atau mendapat layanan kesehatan.
Hal itulah yang menyebabkan mereka meninggalkan rumah dan tinggal di tempat penampungan sementara.(fq/bbc)