Siswi Sekolah di Belgia Buat Petisi Tolak Larangan Berjilbab

Para pelajar Muslim di Institut des Ursulines di kota Molenbeek, sebuah kota kecil di Brussels menggelar aksi protes larangan berjilbab bagi siswi Muslimah di sekolah itu. Dalam aksi protes itu mereka membuat petisi yang isinya menyatakan bahwa larangan berjilbab tidak berdasar dan pihak sekolah tidak memberikan penjelasan maupun tawaran konsultasi dengan para guru dan orangtua siswa.

Institut des Ursulines adalah sekolah Katolik di Brussels tapi hampir 85 persen siswanya, Muslim. Sekolah itu mengeluarkan kebijakan larangan berjilbab bagi siswi Muslimah mulai tahun tahun ajaran baru yang akan datang. Suatu larangan yang aneh sebenarnya, karena para biarawati dan suster Katolik juga mengenakan penutup kepala seperti jilbab.

Kebijakan ini memicu aksi protes siswa Muslim. Mereka lalu menggelar aksi unjuk rasa di luar gedung sekolah yang berlokasi di kawasan yang warga Muslimnya cukup padat itu. "Keputusan itu merupakan pelanggaran hak-hak perempuan. Kebijakan ini tidak bisa diterima, " demikian bunyi petisi mereka.

Dalam petisinya, para siswa Muslim juga mengatakan bahwa persoalan ini telah mengganggu kelancaran belajar selama masa ujian berlangsung dan akan mengancam masa depan pendidikan siswa di masa depan. Disebutkan pula, bahwa belum pernah ada laporan yang mengatakan jilbab menyebabkan terganggunya proses belajar mengajar.

Banyak siswa yang menyatakan akan keluar dari sekolah itu jika dipaksa melepas jilbab dan perjuangan mereka tidak sia-sia. Warga masyarakat Belgia menyatakan mendukung petisi yang dibuat para siswa dan meyakinkan pihak sekolah agar membatalkan kebijakan larangan berjilbab. Lebih dari seribu orang dari Belgia dan negara-negara Eropa lainnya, membubuhkan tanda tangan di petisi itu.

Pihak sekolah menolak memberikan komentar atau menjelaskan alasan kebijakan yang mereka keluarkan. Sementara para pemuka Muslim di Belgia mengatakan, protes para siswa Muslim di sekolah itu menjadi puncak dari perdebatan masalah jilbab di Belgia.

"Larangan berjilbab menjadi isu yang rumit di Belgia, karena tidak ada hukum yang melarang jilbab di sekolah-sekolah umum, " kata Karim Chemlal, pimpinan Liga Muslim Belgia.

Menurutnya, di sekolah-sekolah yang siswa Muslimnya cukup banyak, orangtua siswa memiliki posisi kuat dalam masalah jilbab. Sebaliknya, sekolah yang siswa Muslimnya sedikit, bisa dengan mudah mengeluarkan kebijakan larangan berjilbab karena suara orangtua siswa menjadi suara minoritas.

Dalam kasus Institut des Ursulines, sekolah itu bisa dianggap melanggar aturan karena mayoritas siswanya adalah Muslim dan para orangtua siswa serta jajaran dewan pendidikan juga menolak kebijakan baru sekolah Ursulines.

Kontroversi jilbab, sebelumnya juga pernah terjadi di Belgia. Menurut Chemlal, kasus larangan jilbab pertama terjadi di wilayah Wallonie. Wilayah Belgia lainnya yang memberlakukan larangan jilbab adalah Kota Ghent dan Antwerp.

"Jilbab fobia kebanyakan terjadi di kota Brussels, ibukota Belgia dan di wilayah selatan yang berbatasan dengan Perancis, " kata Chemlal.

Warga Muslim di Belgia jumlahnya sekitar 450 ribu orang, kebanyakan Muslim keturunan Maroko dan Turki. (ln/iol)