Pakar Studi Islam asal Skotlandia menyatakan, bukan imam garis keras yang mendorong anak-anak muda Muslim di Inggris yang pernah mendekam di penjara, menjadi radikal. Tapi sistem di pencara Inggris yang menyebabkan mereka menjadi radikal.
Selama bertahun-tahun, Dr Gabriele Marranci-dosen antropologi di Aberdeen University-melakukan wawancara dengan anak-anak muda Muslim yang sedang ditahan di penjara-penjara di seluruh Inggris. Wawancara itu dilakukannya untuk mengetahui bagaimana kehidupan di balik jeruji besi mempengaruhi identitas kemusliman mereka dan pengalaman mereka tentang Islam.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatannya itu, Dr Marrinci membuat laporan detil bahwa upaya yang saat ini dilakukan aparat penjara untuk memberantas radikalismen di dalam penjara-penjara di Inggris, sebenarnya justru makin menyuburkan ekstrimisme.
Menurutnya, tahanan Muslim yang memilih untuk menunjukkan jatidiri keyakinannya dengan mengenakan peci dan memanjangkan jenggot, malah diperlakukan diskriminatif. Selain itu, keengganan para imam yang ditugaskan memberi bimbingan rohani di penjara bicara tentang Irak dan persoalan-persoalan dunia Islam lainnya, membuat anak-anak muda Muslim yang masih mudah terpengaruh itu "belajar sendiri" di balik jeruji penjara.
Setelah melakukan wawancara dengan lebih dari 170 tahanan dan mantan tahanan Muslim, Dr Marranci menemukan fakta bahwa tidak ada bukti yang mengarah pada kecurigaan terhadap da’i-da’i yang ditugaskan ke penjara, bahwa mereka telah memfasilitasi sikap radikal para tahanan tersebut.
"Sebaliknya, penemuan saya mengarah pada fakta bahwa justru para da’i itu berperan sangat penting dalam mencegah munculnya bentuk-bentuk ekstrimisme. Para da’i itu malah menghadapi sikap ketidakpercayaan baik di luar maupun dari dalam penjara, dan ketidakpercayaan ini telah merusak fungsi penting mereka, " papar Dr Marrinci.
Dr Marranci juga mengatakan, dari hasil studinya terungkap bahwa tahanan Muslim, khususnya yang menunjukkan simbol-simbol keyakinannya seperti janggut, peci, diperlakukan beda dengan tahanan lainnya.
"Memelihara jenggot, di hampir semua penjara yang saya kunjungi, dianggap sebagai tanda seseorang itu radikal. Muslim yang dengan terbuka menunjukkan identitas Muslimnya melalui simbol-simbol agamanya, secara umum mengalami diskriminasi dibandingkan mereka yang memilih bersikap untuk tidak terlalu terbuka, " jelas Marrinci.
Ia melanjutkan, tahanan Muslim juga tidak bisa bebas berekspresi dan mereka terus menerus dikelilingi oleh sikap penuh curiga, sehingga membuat para tahanan Muslim itu merasa frustasi dan depresi. "Pandangan yang kuat para tahanan Muslim tentang Islam, tidak banyak membantu untuk memecahkan penderitaan yang mereka alami, " tambah Dr Marrinci. (ln/arabworldnews/scotsman)