Operasi penangkapan sejumlah mahasiswa Muslim oleh polisi Inggris beberapa waktu lalu, berbuntut panjang. Salah satu mahasiswa yang ditangkap dan kemudian dibebaskan, Tariq Ar-Rahman membeberkan perlakuan kurang ajar sipir penjara terhadap al-Quran.
Rahman yang asal Pakistan mengungkapkan kasus itu saat tiba di bandara internasional Benazir Bhutto, Islamabad, Kamis (11/6). Dalam perjalanan pulang kembali ke tanah airnya, Tariq dijaga oleh lima polisi Inggris dan ditemani oleh kuasa hukum Tariq di London, Amjad Malik.
Ia mengatakan melihat sipir penjara berulang kali melakukan penodaan terhadap al-Quran. "Ketika kami membaca Quran, mereka datang dengan membawa anjing penjaga dan membiarkan anjing itu mengendus-endus Quran. Kami menangis dan meminta agar mereka tidak melakukan itu. Tapi mereka bilang, itu tugas mereka," kata Rahman.
Rahman dan sejumlah mahasiswa Muslim yang ditangkap dengan tuduhan merencanakan serangan teroris di Inggris memang sempat mendekam di tahanan. Karena tuduhan tidak terbukti, Rahman dan mahasiswa Muslim lainnya dibebaskan.
Polisi Inggris menuai kecaman atas operasi penangkapan itu dan dinilai tidak melakukan perbuatan yang memalukan karena telah menuduh tanpa bisa membuktikannya.
Rahman adalah mahasiswa pertama yang dibebaskan. Selain menodai Quran, Rahman mengatakan bahwa para sipir penjara juga melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap dirinya. "Kami dimasukkan ke dalam sel khusus untuk pelaku kejahatan berat. Sipir penjara memperlakukan kami layaknya seperti penjahat bukan sebagai tertuduh," ujar Rahman
Pengakuan Rhaman dibenarkan oleh kuasa hukumnya Amjad Malik. Menurut Malik, para sipir penjara juga menyuruh para kuasa hukum dan keluarga para mahasiswa membuka baju untuk penggeledahan saat mereka menjenguk ke penjara.
Begitu tiba di Pakistan, Rahman langsung bersujud dengan air mata bercucuran. Duda tiga anak itu langsung dibawa ke kantor Federal Investigation Authority (FIA) untuk dimintai keterangan. Salah seorang petugas FIA menyatakan bahwa Rahman tidak akan ditahan. Kuasa hukum Rahman meminta aparat hukum Pakistan tidak mengenakan tuduhan apapun pada kliennya itu.
Keberadaan Rahman di Inggris untuk melanjutkan studi S2-nya. Ia mengaku sangat trauma dengan apa yang dialaminya di Inggris. "Saya baru melihat lagi langit terbuka setelah 62 hari. Maaf kalau saya tidak bisa menjawab semua pertanyaan Anda, karena saya masih trauma," kata Rahman pada para wartawan.
Kepulangannya ke tanah air disambut dengan pelukan oleh kerabat dan teman-temannya. Setelah penangkapannya di Inggris, Rahman menerima tawaran dari kementerian dalam negeri Inggris agar ia dengan suka rela meninggalkan Inggris dan sebagai kompensasinya, pemerintah Inggris mencabut perintah deportasi terhadap Rahman.
"Rahman sebenarnya masih bisa tinggal di Inggris, tapi ia memilih pulang sebagai bentuk protes atas perlakuan di penjara polisi Inggris," kata kuasa hukum Rahman.
"Saya tidak mau hidup di negara yang katanya beradab, tapi justru banyak melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang paling buruk atas nama keamanan negara. Saya tidak mau kembali ke sana (Inggris)" tandas Rahman. (ln/iol)