Siapa orang yang sangat ‘power full’, sesudah Presiden Muammar Gadhafi? Tidak lain, adalah Saif al-Islam, 38 tahun, yang sekarang menjadi tulang punggung ‘back bone’, saat Libya menghadapi prahara, di mana menuntut Gadhafi mengundurkan diri dari kekuasaannya.
Akhir tahun lalu, The New York Time, membuat tulisan tentang tokoh ini, dan menggambarkan, "Saif al-Islam, sangat bersahabat dengan Barat, dan menampilkan wajah yang moderat, dan menjadi harapan bagi perubahan dan pembaharuan serta keerbukaan bagi Libya", ungkap The New York Time.
Saif al-Islam fasih dalam bahasa Inggris, dan mendapatkan Phd di London Economic School. Tokoh muda yang menjadi anak Gadhafi, sudah nampak kepemimpinannya, dan banyak melakukan perjalanan ke luar negeri, menemui sejumlah pemimpin dunia, dan melakukan dialog dan negosiasi yang terkait dengan masalah-masalah krisis. Seperti Saif al-Islam pernah diutus oleh Gadhafi melakukan kunjungan ke Philipina untuk bertemu dengan para pemimpin Philipina untuk membahas krisis di Philipina Selatan.
Saif al-Islam anak ke tujuh dari Gadhafi ini, sekarang dia berusaha mempertahankan kekuasaan ayahnya yang mengahadapi ‘badai’ amukan rakyatnya yang menuntut mundur, sesudah berkuasa selama empat dekade (40 tahun). Saif al-Islam berbicara di telivisi menolak kekerasan dan menginginkan dialog.
Tetapi, kenyataannya Saif al-Islam menggunakan kekuatan militer dan tentara bayaran untuk membasmi aksi unjuk rasa yang sekarang sedang berlangsung berbagai kota di Libya, dan bahkan sudah merambah ke ibukota Tripoli. Berbicara di depan telivisi, Senin ini, Saif al-Islam meminta kepada rakyat untuk menghentikan kekerasan, dan segera berdialog.
Saif al-Islam yang nampaknya akan mewarisi kekuasaan Gadhafi ini, mulai melakukan sejumlah perubahan, termasuk membuka ekonomi Libya dengan Barat. Saiful Islam berbicara dengan pihak Barat, melakukan negosiasi mengenai nuklir Libya, dan dengan cara meningkatkan investasi minyak yang sekarang menjadi andalan ekonomiLibya.
Saif al-Islam sekarang menghadapi rakyat yang marah, dan harus berhadapan dengan mereka, meskipun Saif al-Islam mengajukan rencana reformasi, tetapi menghadapi kesulitan dari kalangan elite pemerintahan Libya. Sejumlah analis politik, kelompok-kelompok konservatif menentang rencana reformasi yang dijalankannya yang didukung saudara Mu’tasim, yang menjadi Ketua Dewan Keamana Nasional,dan saudara lainnya Khamis,yang memimpin militer. Desember lalu, dia mengambil langkah-langkah campur tangan keluarga di dalam pemerintah Libya.
Saif al-Islam yang juga menjadi ketua lembaga charitas yang memberikan bantuan ke berbagai negara itu, kini harus menghadapi situasi di Libya, yang sangat sulit, di mana ia harus menghadapi rakyat yang menginginkan Gadhafi mundur dari kekuasaannya. Tetapi, kalangan elite di pemerintahan Libya masih tetap mempertahankan Gadhafi, termasuk saudaranya, seperti Mu’tasim dan Khamis, yang sekarang memegang tentara.
Kekarasan di Libya sudah mengakibatakn ratusan yang tewas dan ratusan lainnya yang mengalami luka-luka. Berita yang terakhir sudah lebih 200 orang yang tewas, dan 800 lainnya yang mengalami luka, akibat tembakan yang dilakukan tentara. Korban yang paling besar di Benghazi, kota kedua terbesar sesudah Tripoli. (mh/aljz).