Jenderal Al Sisi telah membawa militer kembali ke panggung politik Mesir , sebuah ultimatum dikeluarkan olehnya mengatasnamakan kepala angkatan bersenjata Mesir, Jenderal Abdul Fattah al-Sisi, memberikan waktu 48 jam kepada Presiden Mursi untuk menyelesaikan kebuntuan di negara itu, dipandang sebagai usaha kudeta di Mesir terhadap Presiden pertama yang terpilih secara demokratis , Presiden Mohamed Morsi.
Pernyataan itu muncul setelah satu tahun pengangkatannya sebagai komandan umum angkatan bersenjata Mesir dan menteri pertahanan pada tanggal 12 Agustus 2012, BBC melaporkan pada hari Selasa, 2 Juli.
General El Sisi lahir di Kairo pada tanggal 19 November 1954.
Setelah lulus dari Akademi Militer Mesir pada tahun 1977, ia bertugas di korps infanteri, mendapatkan pengalaman tempur dari Marshal Tantawi dan anggota SCAF lainnya.
Namun, karirnya melesat di jajaran militer, ia menempati berbagai posisi senior, termasuk komandan batalyon infanteri mekanik dan kepala informasi dan keamanan di sekretariat jenderal Kementerian Pertahanan.
Dia juga pernah menjabat sebagai atase militer Mesir di Arab Saudi.
Kemudian, Jenderal Al Sisi menjabat sebagai kepala staf Militer dan kemudian menjadi Panglima Militer wilayah Utara, berkantor pusat di Alexandria, sebelum diangkat menjadi direktur Intelijen Militer.
Sebelum promosi menjadi kepala angkatan bersenjata pada Agustus lalu, dia menduduki jabatan Scaf sebagai kepala Intelijen Militer, dan merupakan perwira tinggi termuda.
Dalam berjalannya waktu sejak pengangkatannya, karismatik Al Sisi menampilkan pesona publik yang tenang dan jauh dari tokoh militer yang tegas.
Diangkat Morsi menjabat Presiden, banyak rumor menyebar tentang hubungan Al Sisi dengan Ikhwanul Muslimin, organisasi Islam yang membesarkan Mohamed Morsi.
Rumor ini pada dasarnya dihembuskan media swasta dan saluran satelit, yang biasanya mendukung oposisi.
Pemilik dan presenter stasiun TV al-Faraeen yang pro militer , Tawfiq Ukasha, menuduh Al Sisi sebagai “orang mereka (Ikhwan) di Scaf”, dan ada laporan yang juga menggambarkan bahwa istri Al Sisi mengenakan cadar menutupi wajah yang biasa dikenakan oleh beberapa Muslimah konservatif.
Namun, Scaf bersikeras bahwa anggotanya tidak memiliki hubungan apapun , apalagi partisan atau ideologis dari setiap kekuatan politik di Mesir.
Mutaz Abdul Fattah, seorang profesor di Universitas Kairo, juga mengatakan Al Sisi bukanlah anggota Ikhwanul Muslimin, ia menulis di Twitter.
“Dia bukan anggota Ikhwan, ia hanya orang yang religius,” tulis Mutaz Abdul Fattah.
Pada bulan Agustus 2012, surat kabar al-Tahrir juga melaporkan bahwa Jenderal Al Sisi ternyata memiliki “hubungan yang kuat dengan para pejabat AS pada tingkat diplomatik dan militer”.
Dia pernah belajar di Washington, menghadiri beberapa konferensi militer di sana, dan terlibat dalam “kerjasama yang berkaitan dengan pelatihan perang dan operasi intelijen dalam beberapa tahun terakhir”, katanya.
Tindakan militer baru-baru ini juga telah memberikan angin segar kepada demonstran anti-pemerintah yang memperlihatkan bahwa sikap Al Sisi tidak akan memungkinkan pemerintah untuk membungkam suara demonstrasi mereka.
Setelah ultimatum kepada pemerintah dan lawan-lawannya untuk menyelesaikan krisis di negara itu dalam waktu 48 jam, maka helikopter militer membuat simpati pendemo dengan melemparkan ribuan bendera Mesir di atas para demonstran di Tahrir Square.
Kerumunan para demonstran bersorak menanggapi kejadian itu dengan meneriakan “Rakyat (Sekuler, Nasrani, Kiri dan Syiah) dan tentara di satu pihak “.
Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF), yang terdiri dari 21 tokoh senior militer yang dipimpin oleh Marsekal Mohamed Hussein Tantawi, pernah memerintah Mesir pada masa transisi setelah jatuhnya Presiden Hosni Mubarak pada bulan Februari 2011 hingga Presiden Mohamed Morsi dilantik pada bulan Juni 2012. Dewan SCAF ini dikritik selama periode transisi tersebut karena gagal melaksanakan tuntutan revolusioner. (OI.Net/KH)