Lebih sepekan gerakan menentang Presiden Mesir Hosni Mubarak, mereka nampak berada di atas angin, para aktivis yang bergabung dalam gerakan yang menentang Mubarak menguasai lapangan Tahrir.Sementara itu, tentara dan polisi membiarkan mereka melakukan gerakan itu. Meskipun para tentara dan polisi berusaha menghenitkan gerakan mereka.
Tetapi, terjadi situasi yang sangat dramatis, sejak pagi hari setelah Mubarak mengumumkan, bahwa ia tidak akan mencalonkan diri untuk pemilihan bulan September mendatang, kemudian ribuan pendukungnya memasuki lapangan Tahrir, dan tiba-tiba melakukan kekerasan yang luas di pusat kota Kairo, terutama di lapangan Tahrir, yang menjadi pusat gerakan anti Mubarak.
Ada kecurigaan langsung terhadap para demonstran pro-Mubarak, tak lain adalah orang-orang yang menjadi pengikut Mubarak, yang sudah dipersiapkan untuk menghadapi para penentang Mubarak, yang berpusat di lapangan Tahrir. Menurut wartawan yang menyaksikan aksi pagi itu, membenarkan adanya gerakan orang-orang Mubarak, seperti yang dituturkan seorang wartawan Cooper, yang melihat orang-orang Mubarak sedang mempersiapkan diri dengan senjata, serta mengambl batu-batu untuk digunakan sebagai senjata.
Pagi itu, layaknya seperti pertempuran berkobar yang begitu dahsyat antara kedua belah pihak. Beberapa demonstran pro-Mubarak ditangkap oleh kelompok penentang Mubarak. Diantara yang ditangkap itu, merasa sangat takut dan berteriak-teriak, ‘memohon’ diberi jaminan untuk hidup. Mereka yang ditangkap bahwa mengaku pemerintah telah membayar mereka untuk menghadapi para penentang pemerintah. Ada diantara mereka yang ditangkap itu, adalah polisi yang menggunakan pakaian sipil.
Shadi Hamid, seorang analis dari Lembaga Brookings yang berbasis di Qatar, mengatakan kepada CNN bahwa penggunaan ‘orang-orang bayaran’ tujuannya untuk memecah belah para penentang Mubarak, dan ini merupakan "Strategi rezim lama."
"Biasanya ada kelompok preman yang menunggu di sana," katanya. "Mereka mengenakan pakaian sipil, dan kemudian mereka biasanya akan pergi dan menyerang demonstran anti pemerintah", tambah Shadi.
Amnesty International mengatakan, pihaknya telah mendokumentasikan penggunaan kekuatan menjijikkan oleh otoritas Mesir untuk membubarkan pertemuan politik saat berlangsungnya pemilu.
"Tampaknya kekerasan di berbagai tempat sedang diatur oleh penguasa Mesir untuk memaksa mengakhiri aksi protes anti-pemerintah, mengembalikan kontrol kekuasaan pemerintah, ketika menghadapi tuntutan rakyat, yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi Mubarak yang menuntutnya mundur," kata Hassiba Sahraoui, Wakil Direktur Amnesty Internasioal untuk Timur Tengah dan Afrika Utara.
Seorang jurubicara Kementerian Dalam Negeri Mesir, membantah di televisi milik pemerintah bahwa polisi melawan aksi penentang. Tetapi, para demosntran yang anti Mubarak, dna berhasil menangkap penyerang telah mendapatkan kartu identitas yang telah disita dari pro-pemeintah itu, mereka adalah polisi. Sementara itu, juru bicara pemerintah kartu identitas polisi itu dicuri dan palsu
Kesaksian para wartawan CNN mendengar dari demonstran pro-Mubarak bahwa mereka bekerja untuk pemerintah. Pengakuan seorang staf dari perusahaan petrokimia nasional, mengatakan, bahwa mereka telah diperintahkan untuk datang melawan aksi protes yang menentang Presiden Mubarak.
Amnesty International, mengatakan, para saksi mengatakan, "penumpang truk" yang penuh dengan pendukung pro-Mubarak, yang diberangkatkan pada Rabu pagi dari Mahalla, utara Kairo.
"Kelompok pro-Mubarak yang dibuat dan diciptakan oleh pemerintah, dan bersama dengan Partai Demokrat Nasional yang berkuasa," kata analis Kamal Zakher CNN. Pemerintah mengumpulkan pegawai pemerintah dan anggota parlemen, bila mereka tidak ikut demonstrasi menentang kelompok anti pemerintah, maka kursi mereka akan yang terancam, katanya.
"Mereka diperintahkan untuk pergi Rabu pagi, dan menghadapi para penentang pemerintah. Mereka terorganisasi dengan baik dan yang mencurigakan, terutama yang menggunakan unta dan kuda ini untuk menunjukkan cara yang tidak normal," katanya.
Emad Shahin, seorang analis Timur Tengah di University of Notre Dame, mengatakan, gerakan melawan anti pemerintah itu diorganisir "oleh Mubarak sendiri," dengan bantuan para pengusaha yang merupakan kroninya.
"Tujuan gerakan yang dilakukan Mubarak itu, sebenarnya untuk memberikan image (citra) bahwa masih ada dukungan untuk Mubarak, dan untuk memaksa para penentangnya keluar dari lapangan Tahrir," kata Shahin. "Adalah menjijikan pilihan tindakan yang akan melanggar kebebasan dan keamanan", ujar juru bicara Gedung Putih, Robert Gibbs menyatakan keprihatinan tentang pecahnya kekerasan.
"Presiden Obama dan pemerintah Washington mengutuk kekerasan yang berlebihan, dan menyedihkan kekerasan yang terjadi di jalan-jalan Kairo," kata Gibbs. "Jelas, jika ada kekerasan yang dihasut oleh pemerintah, harus segera diberhentikan", tambah Gibbs.
Para demonstran pro-Mubarak adalah para pekerja di sektor pariwisata. Beberapa orang Mesir yang bekerja di industri pariwisata yang benar-benar marah pada demonstran anti-Mubarak, menuduh mereka menyakiti bisnis mereka dengan membawa ketidakstabilan.
Zakher juga mengatakan curiga bahwa pasukan keamanan tidak melakukan intervensi untuk menghentikan kekerasan. "Tidak ada polisi atau militer untuk memisahkan dua orang banyak sejak awal, dan itu mencurigakan adanya keterlibatan badan keamanan," kata Zakher.
Wartawan dan pemrotes Reham Saeed mengatakan kepada CNN dia melihat pria dengan seragam polisi masuk ke hotel dalam perjalanan ke lapangan Tahrir, dan kemudian keluar memakai pakaian sipil, bergabung dengan demonstran pro-Mubarak. Dia menyebut bahwa tindakan "pengkhianatan." (mn/cnn)