Ariel Sharon , mantan perdana menteri Israel yang alami kondisi koma layaknya mayat hidup selama delapan tahun setelah ia mengalami stroke pada puncak kekuasaannya , meninggal pada hari Sabtu pada usia 85 tahun .
Pria bengis tersebut telah alami kematian koma bertahun-tahun , menderita stroke dan pendarahan otak sejak tahun 2006 . Dalam keadaan koma sejak saat itu, Sharon , yang juga dijuluki ” buldoser ” Israel , menghadapi kematian , sumber rumah sakit mengatakan karena organ-organ vital mulai gagal .
Dia dipandang di dunia Arab dan Islam sebagai noda darah .
” Saya ingin Ariel Sharon untuk diingat sebagai tentara agresif dan pembenci Arab dan islam yang sering melebihi perintahnya , ” Joel Beinin , seorang profesor yang berbasis sejarah Timur Tengah mengatakan .
Sharon adalah seorang tentara berpangkat mayor jenderal saat awal Perang Enam Hari pada tahun 1967 , yang berakhir dengan penguasaan Semenanjung Sinai oleh Israel .
” Sebagai komandan front selatan setelah perang tahun 1967 , dia secara brutal menekan perlawanan Palestina di Jalur Gaza , mem-buldozer kamp-kamp pengungsi untuk membuat jalan bagi kendaraan lapis baja dan sejenisnya untuk patroli Israel , ” kata Beinin .
Pada tahun 1971 , Sharon memimpin kampanye untuk menghancurkan perlawanan Palestina di Jalur Gaza.
Dia mengirim tentara Israel sampai ke kota Beirut , tanpa secara eksplisit memberitahu Perdana Menteri Menachem Begin . Langkah ini menjadikan pengusiran milisi PLO dari Lebanon sehingga dengan kekosongan milisi PLO , maka terjadi pembantaian ribuan wanita dan anak anak Palestina oleh milisi Kristen Lebanon di dua kamp pengungsi Beirut , Sabra dan Shatila .
Keterlibatan Israel dalam pembantaian Sabra dan Shatila 1982 , memaksa Sharon mengundurkan diri sebagai menteri pertahanan Israel .
” Peran Ariel Sharon sebagai dalang pembantaian Sabra dan Shatila bagi ribuan pengungsi wanita dan anak anak Palestina di Beirut pada tahun 1982 tidak akan pernah terlupakan atau diampuni , dan selamanya , ” ujar David Ottaway , seorang sarjana senior di Woodrow Wilson International Center, koresponden Timur Tengah untuk Washington Post.
Namun , Sharon tetap merupakan tokoh politik penting di Israel , dan sebagai menteri perumahan di awal 1990-an ia memimpin ” pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan Gaza sejak Israel menduduki wilayah tersebut pada tahun 1967 , ” BBC melaporkan .
Sharon kemudian menjadi pemimpin partai Likud dalam oposisi setelah kekalahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada pemilu 1999. Kemudian ia menjadi Menteri keuangan Netanyahu , dan menjadi Wakil Perdana Menteri Simon Peres pada tahun 2005 .
Sharon pada tahun 2000 melakukan kunjungan provokatif sebagai menteri luar negeri ke Temple Mount di Yerusalem Timur , memicu kemarahan di kalangan umat Islam dan memicu munculnya intifada kedua.
” Di dunia Arab dan di antara rakyat Palestina , dia tidak akan pernah dilupakan karena sikap kerasnya terhadap Palestina tanpa kompromi dan pembicaraan damai , ” kata Ottaway .
Sharon dilaporkan berada dalam semangat tinggi ketika ia meninggalkan partai Likud , dan diharapkan untuk kembali sebagai perdana menteri dalam pemilu yang baru .
Namun, pada Desember 2005 ia lumpuh oleh stroke pertama , sebelum mengalami pendarahan otak parah pada 4 Januari 2006 , dan dia tidak pernah sadar kembali hingga ajal kematiannya pada hari sabtu kemarin. (Arby/Dz)