Setelah Mesir, Kini Pemerintahan Partai Islam Tunisia Diganggu Panggung Demokrasinya

Perdana Menteri Tunisia Hamadi Jebali akan membubarkan pemerintahan pimpinan Islamis dan membentuk pemerintah persatuan nasional.

Dalam pidato televisi, perdana menteri menyampaikan pidato kepada bangsa dan mengumumkan pembentukan pemerintah baru non-partisan dan terdiri dari para teknokrat.

Keputusan Jabali, melanjuti adanya pembunuhan tokoh oposisi terkemuka sekuler Chokri Belaid di depan rumahnya pada hari Rabu, menurut Jabali ini adalah  langkah pribadinya yang diambil untuk kepentingan negara.

Dia mengatakan seorang pria bersenjata mengenakan jubah tradisional burnouse berkerudung menembak Belaid tiga kali dari jarak dekat saat ia meninggalkan rumahnya.

Karena pembunuhan tersebut, pengunjuk rasa yang marah berbentrokan dengan polisi yang menembakkan gas air mata untuk membubarkan mereka, di sisi lain kelompok-kelompok oposisi, termasuk empat faksi Front Populer Belaid mengatakan  keluar dari majelis nasional.

Pembunuhan itu memicu kemarahan dan kekerasan, demontrasi ini  mengingatkan pemberontakan yang menggulingkan diktator veteran Zine El Abidine Ben Ali lebih dari dua tahun yang lalu.

Di ibukota , Garda Nasional menembakkan gas air mata pada demonstran, dan menggunakan kawat berduri dan barikade tepat di depan  Habib Bourguiba Avenue.

Para demonstran  juga  membakar kantor partai Ennahda di Mezzouna dekat Sidi Bouzeid, dan membakar sebuah kantor partai tersebut di kota Kef  bagian timur dekat tepi laut, kata saksi mata.

Di Sidi Bouzeid ada sekitar 2.000 orang berdemo damai, namun sekitar 200 orang mencoba menyerbu kantor polisi. akhirnya Polisi membubarkan massa dengan  menembakkan gas air mata .

Presiden Moncef Marzouki mengecam pembunuhan Belaid,  sebagai salah satu “pembunuhan najis”.

Keluarga Belaid -Pemimpin  Partai Patriot Demokrat yang merupakan bagian dari Front Populer, menuduh Partai Ennahda Laraydeh yang berada di balik pembunuhan itu.

Istri pemimpin 48 tahun sayap kiri mengatakan suaminya telah menerima ancaman kematian setiap harinya  dan akhirnya ia dibunuh di depan matanya.

“Saya melihat darahnya mengalir, aku melihat senyum kecilnya. Saya melihat bahwa mereka ingin membunuh demokrasi, “kata Basma Belaid Perancis

“Saya menuduh Ghannouchi Rached membunuh saudaraku,” katanya kepada AFP

Rached Ghannouchi membantah klaim partai Ennahda berada di balik pembunuhan “pengecut” itu, ia mengatakan kepada AFP. Para pembunuh  berniat “ingin pertumpahan darah tetapi mereka tidak akan berhasil,” katanya.

Kedutaan besar AS mengeluarkan pernyataan bahwa pembunuhan tersebut adalah suatu “tindakan keterlaluan dan pengecut.” (Dz-Alr)