Eramuslim.com – Kenyataan tak seindah harapan. Demikianlah yang dikatakan Kyaw Win, Direktur Burma Human Rights Network, dalam kunjungannya ke Indonesia.
Ia menyatakan, pembakaran desa-desa Rohingya dan pembunuhan terhadap penduduknya tak berhenti dengan kedatangan pemerintah Indonesia–yang diwakili Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi–ke Myanmar awal bulan ini.
“Beberapa informasi menyebut 3.000-4.000 orang Rohingya telah tewas, sebagian lainnya–mayoritas–mengatakan angka korban tewas 2.000-3.000 orang,” kata Kyaw Win saat berbincang dengan kumparan di Jakarta, pekan ini, seminggu setelah kunjungan Menlu Retno ke Myanmar.
Kyaw Win berpendapat, diplomasi tak mempan mencegah pembunuhan massal terhadap Rohingya.
“Setelah dia (Menlu Retno) kembali ke Indonesia, terjadi lagi serangan besar di Rakhine (negara bagian di Myanmar yang selama ini dihuni Rohingya). Jika diplomasi berhasil, hal itu tak mungkin terjadi,” ujar Kyaw Win.
Ia menegaskan, pemerintah Indonesia harus melihat Myanmar secara berbeda dari negara-negara lain di Asia Tenggara yang lebih maju dan berkembang. Pada intinya, kata dia, Myanmar tak menjalankan reformasi demokrasi dan masih dicengkeram kekuatan militer yang licik.
Bagi Kyaw Win, diplomasi bukan jawaban dan tak pernah membuahkan hasil nyata untuk Rohingya. Serangan militer kepada warga Rohingya kali ini–dengan alasan memburu pemberontak ARSA (Arakan Rohingya Salvation Army)–bukan pertama kali.
“Mereka menggunakan ARSA sebagai alasan untuk memusnahkan populasi Rohingya. (Pemusnahan) ini sudah terjadi sejak 1978, 1982, 1989, 1991, 1992, 1997, lalu 2012, 2016, 2017.”