Setelah Larang Film Bollywood, Parlemen Afghan Bahas RUU Anti-Ikhtilat

Seminggu setelah parlemen Afghanistan menghentikan penayangan sinetron India yang dianggap bertolak belakang dengan adab-adab Islam, para anggota parlemen kini melontarkan ide untuk membuat undang-undang yang melarang percampur bauran antara wanita dan pria di tempat-tempat umum (ikhtilat).

Undang-undang itu nantinya juga akan melarang pagelaran musik aliran keras, tempat bilyard, permainan video game, dan pemakaian kaos t-shirt bagi perempuan. RUU itu, dinilai sejumlah kalangan sesuai dengan aspirasi Thaliban yang pernah memerintah Afghanistan dan tumbang di akhir tahun 2001.

Meski demikian, salah seorang anggota parlemen bernama Nashir Ahmad melihat hal tersebut dari sudut pandang yang berbeda. Ia mengatakan, “Kita memang memiliki sejumlah pemikiran ala Thaliban, karena kami memang menghendaki penerapan syariat Islam di negara kami.”

Pernyataan Nashir Ahmad itu dipublikasikan oleh harian Christian Science Monitor. Ahmad juga menyatakan, meskipun dirinya bukan pihak yang mengajukan proposal RUU tersebut, ia tetap yakin bahwa Islam memang mewajibkan perempuan Muslimah untuk izin pada suami sebelum ia keluar dari rumah dan tidak menggunakan pakaian yang tidak sesuai dengan adab Islami.

Di sisi lain, ia mengkritik film India yang baru saja dilarang ditayangkan di Afghanistan. Ia mengatakan, “Jika anak-anak kami sering menonton serial film seperti itu, mereka bisa melupakan kaidah-kaidah dalam agama Islam.”

Parlemen Afghanistan pada akhir Maret lalu telah melarang semua program televisi yang menampilkan tarian yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Kementerian Kebudayaan dan Informasi Afghanistan juga telah menegaskan larangan tarian yang ditampilkan dalam film-film Bollywood India. “Tarian yang dilakukan oleh pria maupun wanita sama saja, itu kami anggap bertentangan dengan tradisi masyarakat Afghanistan dan ajaran Islam secara keseluruhan, ” jelasnya.

Perkembangan seperti ini, disinggung oleh wakil ketua Lembaga Kajian Politik Afghanistan di Kabul, Ein Haroun. Menurutnya, RUU tersebut menunjukkan makin kuatnya pengaruh pemikiran Thaliban. “Sekedar dijadikan diskusi saja, pemikiran seperti itu berarti semakin mendukung Thaliban, menyatukan barisan kelompok radikal, dan otomatis memarginalkan kelompok moderat lalu memberi situasi kondusif bagi menyebarnya ideologi Thaliban.” (na-str/iol)